FK-KMK UGM. Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FK-KMK UGM meluluskan mahasiswa atas nama Rambu Lawu Nedi Kristanti Retno Triandhini, S.Si., M.Si dengan predikat Sangat Memuaskan sebagai Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Ujian terbuka tersebut dilaksanakan pada Selasa (07/10) di Auditorium Lantai 8 Gedung Tahir Foundation FK-KMK UGM. Triandhini memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Polimorfisme Gen Cyclin-dependent kinase 5 Regulatory Associated Protein 1- like (CDKAL1), Pola Makan dan Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Etnis Minahasa dan Sumba”.
Penelitian ini berfokus pada hubungan antara faktor genetik dan pola makan dalam memengaruhi risiko diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2024 ini dilakukan di dua daerah dengan latar belakang etnis dan budaya makan yang berbeda, yakni Minahasa di Sulawesi Utara dan Sumba di Nusa Tenggara Timur. Studi ini bertujuan untuk memahami bagaimana variasi gen CDKAL1 serta asupan zat gizi berinteraksi dalam menentukan kerentanan terhadap diabetes melitus tipe 2.
Penelitian ini melibatkan total 243 partisipan, terdiri atas penderita diabetes melitus tipe 2 dan individu tanpa diabetes, yang dipilih berdasarkan jenis kelamin, usia, dan etnis. Triandhini menggunakan pendekatan case-control dengan analisis genetik serta pengukuran pola makan melalui wawancara dan kuesioner Food Frequency Questionnaire (FFQ). Gen CDKAL1, khususnya dua varian pentingnya yaitu rs7756992 dan rs10946398, diteliti untuk melihat hubungannya dengan pola konsumsi energi, lemak, protein, dan karbohidrat dalam konteks etnis yang berbeda.
“Salah satu yang menarik di penelitian saya adalah perbedaan pola interaksi gen dan makanan antara etnis Minahasa dengan etnis Sumba. Pada etnis Minahasa gen risikonya ini memberikan pengaruh yang kuat ketika dikombinasikan dengan asupan makanan yang tinggi. Sedangkan di Sumba, gen risikonya ini tidak memberikan efek yang kuat seperti populasi Minahasa,” terang Triandhini.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua etnis. Etnis Minahasa memiliki berat badan, indeks massa tubuh (IMT), dan asupan energi yang lebih tinggi, sedangkan etnis Sumba menunjukkan kadar glukosa dan LDL yang lebih tinggi. Alel risiko gen CDKAL1 juga ditemukan lebih banyak pada populasi Sumba, sedangkan alel pelindung lebih dominan di Minahasa. Kombinasi genotipe tertentu dengan asupan energi dan lemak tinggi diketahui meningkatkan risiko diabetes hingga delapan kali lipat, terutama pada individu Minahasa dengan genotipe AG (rs7756992). Sementara itu, pada populasi Sumba, faktor diet dan metabolik lebih dominan dibandingkan faktor genetik dalam memengaruhi kejadian diabetes.
Penelitian ini juga menemukan bahwa perbedaan gaya hidup dan budaya makan turut berperan besar. Masyarakat Minahasa cenderung menerapkan pola makan “barat” dan lokal dengan konsumsi tinggi lemak dan protein hewani, sedangkan masyarakat Sumba mempertahankan pola makan tradisional berbasis jagung dan umbi-umbian. Analisis menunjukkan bahwa pola makan tinggi energi, lemak, dan karbohidrat berhubungan erat dengan peningkatan risiko diabetes pada kedua etnis, sementara defisit protein pada masyarakat Sumba justru bersifat protektif.
Ujian terbuka ini sejalan SDG 2: Tanpa Kelaparan, SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera melalui upaya pencegahan penyakit tidak menular, SDG 4: Pendidikan Berkualitas melalui peningkatan literasi gizi masyarakat, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan melalui kolaborasi lintas disiplin dalam penelitian kesehatan masyarakat. Penelitian mahasiswa S3 FK-KMK UGM ini memperlihatkan bahwa faktor genetik dan pola makan berperan berbeda pada tiap etnis di Indonesia. Pendekatan nutrigenetik yang mempertimbangkan perbedaan genetik dan budaya makan lokal dapat menjadi kunci dalam merancang kebijakan kesehatan yang lebih efektif dan kontekstual dalam menurunkan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. (Humas/Sitam).




