Gizi Nutrisi, Di Balik Yodium dan Zat Besi

FK-UGM. Sebelum ilmu pengetahuan berkembang, manusia belum mengetahui fungsi dan kandungan makanan yang mereka konsumsi. Mereka ingin makan dan minum hanya untuk memenuhi kebutuhan akan rasa lapar dan haus. Kemudian, ketika ilmu pengetahuan tentang penyakit mulai berkembang, barulah diketahui bahwa ada berbagai macam zat yang terkandung dalam makanan dan apabila tubuh mengalami kekurangan zat tersebut akan menimbulkan berbagai macam penyakit. Zat-zat dalam makanan itulah yang dikenal sebagai zat gizi.

Secara garis besar, terdapat dua macam zat gizi yang diperlukan tubuh yaitu gizi makro (protein, lemak, karbohidrat dengan mineral makro yakni natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur) dan gizi mikro (vitamin dan mineral yakni yodium, besi/Fe, selenium, kromium, tembaga, fluor).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai permasalahan gizi paling lengkap. Masalah gizi yang muncul saat ini di Indonesia ialah penyakit karena kekurangan zat gizi tertentu seperti anemia, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan masalah lainnya seperti kurang gizi serta gizi buruk. Di sisi lain ada juga masalah yang sebaliknya, yaitu kelebihan gizi yang bisa menimbulkan penyakit degeneratif.

Defisiensi yodium dan zat besi menjadi salah satu unsur penting dalam mencetak kualitas pertumbuhan. Secara nasional, data Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa proporsi anemia pada balita dengan rentang usia 12-59 bulan sebesar 28,1 persen dan ibu hamil sebesar 37,1 persen. Dampak permasalahan gizi yang tidak teratasi dengan baik akan mempengaruhi kualitas hidup itu sendiri dan akan berdampak besar terhadap kondisi sosial ekonomi komunitas yang terpapar.

“Kami pernah meneliti remaja putri anemis di Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Pangkal Pinang, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau. Data menunjukkan bahwa Yogyakarta mempunyai tingkat remaja putri anemis paling ekstrim mencapai angka 39 persen”, ungkap pakar gizi kesehatan serta penulis buku: Defisiensi Yodium, Zat Besi dan Kecerdasan, Dr. Toto Sudargo, SKM., M.Kes., Selasa (5/9) dalam acara talkshow di Fakultas Kedokteran UGM.

Toto Sudargo menambahkan bahwa asupan makanan dalam sehari belum tentu mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh. Adanya food preference mengakibatkan makanan yang mempunyai kandungan nutrisi penting tidak diperhatikan asupannya.

Di sisi lain, individu yang menyandang GAKY, rata-rata memiliki kapasitas mental dan kemampuan kognitif yang rendah serta produktivitas kerja lambat. Anak-anak yang terhambat perkembangan psikomotornya pada saat usia sekolah pun akan berdampak pada penurunan kemampuan kognitif, yaitu tes Bahasa, keterampilan, dan koordinasi, atau sama dengan penurunan IQ sebesar 5-19 poin.

Pada ibu hamil, GAKY menyebabkan keguguran spontan, lahir mati dan kematian bayi, mempengaruhi otak bayi dan kemungkinan menjadi cebol pada saat dewasa nanti. Seorang ibu yang menderita pembesaran gondok akan melahirkan bayi yang juga menderita kekurangan yodium. Jika tidak segera diobati, pada usia 1 tahun sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar gondoknya.

“Saat berbicara terkait gizi, sejatinya kita bicara mengenai dose and timing. Makan dengan waktu dan takaran yang tepat,” ujar pakar kedokteran fetomaternal, dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes., SpOG(K). Rukmono menegaskan bahwa 53 persen kematian ibu hamil berhubungan dengan penyakit akibat asupan nutrisi yang tidak diperhatikan. Padahal sejatinya intervensi kesehatan bisa dilakukan sejak 1.000 hari pertama kehidupan atau sejak dalam kandungan sampai dengan anak usia 2 tahun untuk mengurangi kehamilan berisiko maupun perkembangan anak di kemudian hari.

“1.000 hari pertama adalah periode kritis tumbuh kembang anak. Anak tumbuh pesat dalam rentang waktu itu. Dan apabila terjadi penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan anak, 1.000 hari pertama merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pemulihan”, ujar pakar endokrinologi anak, dr. Suryono Yudha Patria, PhD., SpA. Menurut rekomendasi badan kesehatan dunia, pemberian vitamin dan mineral (zat gizi mikronutrien) memang disesuaikan dengan kondisi dan prevalensi masalah kesehatan tersering negara tersebut. “Namun, dalam pertumbuhan bayi dan anak penting untuk diperhatikan mengenai asupan vitamin A, vitamin D, mineral zat besi, zink dan yodium,” tegasnya. (Wiwin/IRO; Foto/Aryo).

 

Berita Terbaru