Tropmed Talk: BKKBN Tegaskan Pentingnya Edukasi Reproduksi

FK-KMK UGM. Pasca penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan oleh Presiden Jokowi, muncul sejumlah pro dan kontra di tengah masyarakat. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi kelompok usia sekolah dan remaja. Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K), memberikan klarifikasi dalam podcast Tropmed Talk yang disiarkan secara langsung melalui Instagram @centertropmed pada Rabu, 14 Agustus 2024.

Dalam kesempatan tersebut, dr. Hasto menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir pihaknya akan memberikan alat kontrasepsi kepada seluruh anak usia sekolah. “Kami di BKKBN akan membuat protap (prosedur tetap) untuk memberikan alat kontrasepsi kepada remaja dan usia sekolah, tapi yang sudah menikah,” jelas dr. Hasto. Ia juga menekankan bahwa aturan-aturan turunan dari PP tersebut akan disusun dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku, terutama norma agama, sehingga dapat menjadi pedoman teknis bagi pelaksana di lapangan.

Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) khususnya SDG 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera, dr. Hasto menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mencegah kehamilan pada usia yang belum ideal untuk hamil. Berdasarkan data age specific fertility rate (ASFR) dari Badan Pusat Statistik (BPS), 26 dari 1.000 remaja berusia 15-19 tahun pernah hamil dan melahirkan. “Meskipun sudah nikah, ya jangan hamil dulu,” pesan dr. Hasto, menyoroti risiko tinggi stunting serta kematian ibu dan bayi saat persalinan bagi kehamilan di usia muda. Target nasional untuk menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan dari 189 menjadi 70 per 100.000 pada tahun 2030 menjadi fokus penting dalam kebijakan ini.

Selain itu, dr. Hasto juga menyoroti pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini. Angka kasus kanker mulut rahim (serviks) di Indonesia yang kini menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara, menjadi peringatan keras bahwa pencegahan melalui edukasi sangatlah penting. Faktor risiko seperti seks pada usia dini dan seks bebas menjadi isu utama yang harus diatasi melalui peningkatan pengetahuan. “Kalau mereka tahu (risikonya), saya yakin akan berpikir 2-3 kali untuk melakukan hubungan seks (pada usia dini),” ujar dr. Hasto, menegaskan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi bukanlah untuk mengajari hubungan seksual, melainkan untuk melindungi organ reproduksi remaja.

Dalam upaya mendukung SDGs poin 4 tentang Pendidikan Berkualitas, BKKBN juga mendorong pendidikan kesehatan reproduksi yang disampaikan oleh teman sebaya. Melalui pembentukan Duta Generasi Berencana (Duta Genre) yang terdiri dari remaja usia sekolah menengah atas (SMA) hingga perguruan tinggi, diharapkan pesan tersebut lebih diterima oleh kalangan remaja. Namun, dr. Hasto juga mengingatkan pentingnya peran orang tua dalam memberikan edukasi ini. “Kami di BKKBN juga menggalakkan budaya kembali ke meja makan,” tambahnya, menekankan pentingnya momen kebersamaan keluarga untuk mendekatkan hubungan dan memberikan edukasi yang tepat kepada anak-anak.

Mengakhiri sesi podcast, dr. Hasto mengajak semua elemen masyarakat, termasuk akademisi di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, untuk menciptakan terobosan dalam menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi yang sesuai dengan norma. FK-KMK UGM, sebagai institusi pendidikan yang berkomitmen terhadap pengembangan ilmu kesehatan, siap mengambil peran aktif dalam upaya ini, mendukung inisiatif BKKBN dan turut serta dalam mewujudkan generasi yang lebih sehat dan teredukasi. (Kontributor: Pusat Kedokteran Tropis/Editor:Sitam).