Manfaat Wolbachia, Kasus Demam Berdarah di Dusun Kronggahan Berkurang

FK-KMK UGM. Peneliti utama World Mosquito Project (WMP) Yogyakarta yang juga dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Prof. dr. Adi Utarini, MSc., PhD., dalam forum bincang kesehatan Sains Untuk Kemanusiaan: “Hasil Pelepasan di Skala Terbatas dan Analisis Risiko”, Rabu (19/8) memaparkan mengenai  strategi WMP Yogyakarta dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat.  Menurutnya, pendekatan awal yang dilakukan untuk mendapatkan persetujuan warga dalam pelepasan nyamuk ber-Wolbachia adalah melalui persetujuan individual maupun komunitas di tingkat Rukun Tetangga (RT) wilayah yang disasar.

“Berbicara mengenai consent atau persetujuan, saya kira semua peneliti sepakat bahwa permohonan persetujuan warga bukan sekedar prosedur administratif, dan juga bukan prosedur yang ‘melindungi’ peneliti jika terjadi sesuatu. Saya yakin, peneliti akan memastikan setiap individu di masyarakat untuk mendapatkan informasi yang memadai, sehingga keputusan setuju atau tidaknya, ini berdasarkan pemahaman atas informasi yang lengkap,” jelas Prof. Adi Utarini melalui forum webinar.

Hal tersebut juga diungkapkan Kepala Desa Trihanggo, selaku wilayah yang menerima manfaat nyamuk ber-Wolbachia. Herman dalam kesempatan ini juga menceritakan pengalaman yang dialami warga desa Trihanggo, Kronggahan waktu itu.  “Sempat terjadi pro kontra di warga, dan muncul pertanyaan dari masyarakat, “Kita mau memberantas demam berdarah kok malah menyebar nyamuk?,” papar nya.

Merespon masyarakat yang kontradengan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia, sosialisasi dari WMP Yogyakarta tetap dilaksanakan, dengan tujuan agar masyarakat memahami tujuan dari penelitian ini. Dan tentu saja, dukungan penuh daripemangku wilayahmemberikan arti yang besar terhadap penerimaan warga.“Saya menjelaskan kepada warga, bahwa dengan berpartisipasi dalam penelitian ini,kita ini sudah ikut berjuangmemerangi demam berdarah. Saat program ini berhasil maka kita setidaknya sudahberkontribusi bagi umat manusia di dunia,” cerita Herman saat meyakinkan warganya.

Hingga saat ini, masyarakat Dusun Kronggahan, Desa Trihanggo, sudah merasakan manfaat dari pelepasan nyamuk ber-Wolbachia.Kini, angka demam berdarah di daerah tersebut sudah jauh berkurang.

Dari aspek analisis risiko, Entomolog Institut Pertanian Bogor,Prof Dr. Ir. Damayanti Buchori. M.Sc, menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan WMP Yogyakarta, selama 30 tahun ke depan memiliki dampak negative yang sangat kecilatau bisa diabaikan (negligible). “Kami melihat risiko ini dari dua komponen, yaitu peluang yang akan terjadi, dikali dengan konsekuensi. Kami mengidentifikasi dari berbagai kemungkinan,” jelas Prof. Damayanti.

Dari hasil analisis dampak risiko yang dilakukan, ditemukan bahwa 98% pelepasan nyamuk ber-Wolbachia tidak menimbulkan risiko. Risiko ini dilihat dari beberapa aspek, seperti ekologi, ekonomi, sosio kultural, kesehatan, serta mosquito management efficacy. Setelahmelepaskan nyamuk ber-Wolbachiapada skala terbatas, WMP Yogyakarta kemudian melakukan surveilans aktif dan pasif untuk memantau kasus demam berdarah di masyarakat.

Citra Indriani M.P.H., Epidemiologis WMP Yogyakarta, menyampaikan bahwa WMP Yogyakarta mengirim petugas pemantau (surveilans) kasus DBDdi semua daerah yang disebari nyamuk ber-Wolbachia. “Setiap hari ada satu staf yang didedikasikan untuk mengecek dari rumah ke rumah apakah ada warga yang mengeluh demam atau tidak. Selain menggunakan surveilans aktif, WMP Yogyakarta juga menggunakan surveilans pasif. Surveilans pasif merupakan data yang diambil dari hasil laporan yang diterima rumah sakit ataupun puskesmas dari pasien yang datang. Data dari surveilans aktif dan pasif menunjukkan bahwa ada penurunan kasus yang berarti dari tahun 2014 ke tahun 2017,” paparnya. (Wiwin/IRO; Foto: dok. panitia)

Berita Terbaru