Tim Mahasiswa UGM Kembangkan Aplikasi Layanan Kesehatan dan Edukasi Herbal Berbasis VR dan AI

FK-KMK UGM. Lima mahasiswa UGM yang tergabung dalam program Kreativitas Mahasiswa, mengembangkan Aplikasi Satu Pintu layanan kesehatan berbasis herbal guna memperkuat ketahanan kesehatan keluarga paska pandemi. Aplikasi yang dinamai Herbacare ini mampu mendeteksi lokasi fasilitas kesehatan (faskes) terdekat penyedia layanan TCAM (traditional complementary alternative medicine) dan memungkinkan janji temu dengan dokter, spesialis maupun tenaga kesehatan tradisional (Nakestrad) ahli. “Aplikasi ini memungkinkan terapi TCAM dilakukan di faskes terdekat, maupun kunjungan ke rumah/layanan homecare”, kata tim saat ditemui di UGM.

Menariknya, aplikasi yang dikembangkan oleh kelima mahasiswa UGM ini juga menyediakan fitur EduTCAM dan virtual reality di mana memungkinkan anggota keluarga mempelajari peran berbagai jenis herbal bagi kesehatan secara mandiri. Tujuannya, supaya pemanfaatan herbal dalam terapi komplementer dan dalam terapi paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit-penyakit yang sudah tidak lagi bisa disembuhkan, lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Tim yang terdiri dari Fitriana Aulia Sabila Eka Putri (FK-KMK UGM), Rasyid Kusnady, Devrangga Hazza Mahiswara, dan Pudyasta Satria Pinandhita (Sekolah Vokasi UGM) dan Vicky Rian Saputra (Fisipol UGM) ini menjelaskan bahwa aplikasi yang dikembangkan juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah produk herbal yang ditemukan di pasaran sudah teregistrasi BPOM. Terlebih dengan maraknya peredaran produk ilegal yang rentan mengandung campuran bahan kimia obat (BKO) yang membahayakan kesehatan. Sehingga masyarakat dan konsumen dapat terlindungi dari efek bahaya produk semacam itu.

“Ini bisa dilakukan karena apalikasi yang kami buat memanfaatkan teknologi artificial intelligence dan databank di dalamnya”, kata Fitriana yang merupakan mahasiswa prodi Kedokteran UGM.

Tim yang didukung oleh Pusat Kedokteran Herbal UGM ini menyatakan bahwa aplikasi yang dirancang merupakan jawaban atas kebutuhan informasi kesehatan di masa depan. Peneliti herbal yang berkecimpung dalam bidang AI, Arko Jatmiko Wicaksono, menyatakan sejak pesatnya perkembangan digitalisasi, produk-produk aplikasi semacam ini sangat penting untuk mulai dikembangkan. “Bukan hanya memperkuat ketahanan kesehatan keluarga, bahkan sangat mungkin menjadi bridging gap layanan kesehatan dengan tingginya demand masyarakat”, tuturnya.

Aplikasi ini juga menyediakan media pembelajaran TCAM dan herbal yang mengintegrasikan lingkungan sungguhan di dunia nyata dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya. “Selain metode edukasi konvensional, tim kami juga mulai merancang desain herbaverse, sebuah virtual reality yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran TCAM dan herbal berbasis teknologi”, kata Fitriana. Melalui upaya digitalisasi semacam diharapkan TCAM dan penggunaan herbal Indonesia semakin maju dan mendunia.

Indonesia, sebagai negara dengan biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil memiliki 9600 spesies tanaman obat yang sudah diidentifikasi. Sayangnya, hanya 200 spesies saja yang digunakan oleh industri obat tradisional dalam pembuatan produk herbal. Padahal, Indonesia dengan keanekaragamannya yang tinggi seharusnya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industry obat tradisional. Herbacare berupaya menjembatani pemenuhan tersebut melalui fitur TCAMarket yang dimilikinya.

Dalam pelaksanaan program ini, tim berkonsultasi dengan dosen pakar dan ahli yang sekaligus menjadi dosen pendamping kami, yaitu Dr.rer.nat.Apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc dan Prof. Mae Sri Hartati W, Apt, M.Si dari Departemen Farmakologi dan Terapi serta dr. Nur Arfian dari Departemen Anatomi yang telah berkecimpung dalam bidang media ajar, big data, dan herbal medicine.

“Harapan kami, pembuatan aplikasi ini tidak hanya berhenti sampai PKM saja, tetapi kami juga berencana mengikuti berbagai kompetisi bisnis dan inkubasi. Langkah selanjutnya yang akan kami tempuh adalah mentransformasikan ide karsa cipta ini menjadi sebuah bisnis start up sehingga manfaatnya tidak hanya berhenti setelah PKM selesai, tetapi dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang akan menjadi pengguna aplikasi ini,” tutur Vicky yang merupakan anggota dari Fakultas ISIPOL. (Kontributor: Fitriana Aulia Sabila Eka Putri)

Berita Terbaru