Menurunkan Retinopati Diabetika Melalui Pemanfaatan Tele-oftalmologi untuk Skrining RD

FK-KMK UGM. Indonesia adalah negara dengan jumlah penyandang diabetes terbesar keempat di dunia dan diperkirakan meningkat secara signifikan. Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, Sp.M., M.Epi., Ph.D menyampaikan hal tersebut dalam pidato pengukuhan Guru Besar pada hari Selasa (12/12) di Balai Senat UGM.

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa kejadian diabetes mellitus (DM) terus meningkat setiap tahun karena interaksi usia dan perubahan gaya hidup, dan akan mencapai jumlah lebih dari 600 juta penyandang DM tahun 2040. Di Indonesia, jumlah penyandang DM diperkirakan mengalami peningkatan secara signifikan menjadi lebih dari 20 juta pada tahun 2030.

Implementasi Skrining Berbasis Tele-oftalmologi untuk Menurunkan Beban Retinopati Diabetika dan Kebutaan Akibat Diabetes di Indonesia merupakan judul pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Mata FK-KMK UGM. Prof. Bayu Sasongko memilih judul ini sebagai passion terbesarnya serta kekhawatirannya terhadap peningkatan kasus diabetes di Indonesia.

Implementasi skrining retinopati diabetika (RD) melalui tele-oftalmologi yang diprakarsai oleh Prof. Bayu Sasongko di Indonesia tidak hanya mencerminkan kemajuan dalam bidang kesehatan mata tetapi juga merupakan langkah konkret menuju pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan nomor 3: “Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan”. Inisiatif ini secara langsung menyasar penurunan angka kebutaan akibat diabetes yang merupakan salah satu komplikasi serius dari penyakit tidak menular (PTM) yang prevalensinya terus meningkat. Dengan menerapkan teknologi tele-oftalmologi untuk skrining RD, Indonesia berupaya mengurangi beban penyakit dan meningkatkan kualitas hidup bagi jutaan penyandang diabetes, sekaligus membuka akses yang lebih luas dan inklusif terhadap layanan kesehatan mata berkualitas. Hal ini sesuai dengan target SDGs untuk mengurangi kematian prematur akibat PTM melalui pencegahan, pengobatan, dan promosi kesehatan, serta menjamin akses terhadap layanan kesehatan esensial bagi semua orang.

Peningkatan penyandang diabetes diikuti oleh peningkatan komplikasi diabetes yang paling sering dijumpai, yaitu retinopati diabetika (RD) yang akan menyebabkan gangguan penglihatan dan kebutaan permanen. Pencegahan pemburukan gangguan penglihatan hingga kebutaan pada penyandang diabetes dengan RD memerlukan upaya deteksi dini melalui skrining rutin bagi semua penyandang diabetes.

Prof. Bayu menyampaikan pengembangan berbagai model skrining berbasis komunitas telah kami kembangkan dan implementasikan secara terbatas dalam 10 tahun terakhir. Skrining melalui tele-oftalmologi merupakan pilihan terbaik untuk mengurangi beban kebutaan pada penyandang diabetes di Indonesia.

“Kami berkesimpulan bahwa implementasi tele-oftalmologi dalam skrining RD di populasi merupakan solusi awal untuk menurunkan beban RD di Indonesia,” ujar Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-KMK UGM.

Beberapa negara seperti Singapura dan India sudah memanfaatkan tele-oftalmologi untuk skrining RD dan menunjukkan hasil yang akurat, dapat dipercaya dan dapat memberikan efisiensi yang besar. Berbagai laporan menyebutkan bahwa diagnosis RD yang dilakukan melalui sistem tele-oftalmologi memiliki tingkat kesesuaian antara 80 % hingga 97 % untuk menilai RD tahap berat yang memerlukan penanganan rujukan dibandingkan dengan metode skrining secara langsung.

Berdasarkan penelitiannya, optimalisasi skrining RD melalui tele-oftalmologi di fasilitas kesehatan primer diperkirakan akan dapat menghasilkan efisiensi lebih dari 50 ribu kunjungan ke rumah sakit serta penghematan total sebesar lebih dari 600 milyar rupiah setiap tahun jika dibandingkan dengan skrining oportunistik yang dilakukan di fasilitas kesehatan rujukan oleh dokter spesialis mata seperti praktik pada saat ini.

Selain itu, implementasi tele-oflatmologi untuk skrining RD akan dapat menyelamatkan 20 juta penyandang DM dari gangguan penglihatan mata berat dan mencegah penambahan 100 ribu kebutaan akibat RD setiap tahun di tahun 2030. (Dian/Humas. Editor:  Nur Ayu Fitriani)

Berita Terbaru