Pentingnya Protokol Pemulasaran Jenazah Covid-19

FK-KMK UGM. Fakultas kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bersama dengan 19 asosiasi/organisasi lainnya kembali menggelar Twice Weekly Covid-19 Webinar yang bertajuk isu strategis Covid-19: harapan-kenyataan-solusi. Pertemuan yang digelar pada Kamis (18/06) melalui platform Zoom dan Live Streaming YouTube ini merupakan serial XIX yang kali ini mengusung tema “Mengapa Terjadi Penolakan Prosedur Pemakaman Jenasah di Sebagian Masyarakat?”

Webinar yang dilakukan dua kali setiap minggunya ini merupakan kegiatan untuk menjawab beragam kebutuhan strategis masyarakat dan tenaga kesehatan. Kegiatan yang diusung oleh gabungan organisasi dan asosiasi yang merupakan himpunan yang memiliki komitmen kuat bagaimana mitigasi Covid-19 agar tidak berkembang dan tren segera menurun ini tentunya memiliki harapan agar webinar dapat memberikan jalan keluar dan langkah-langkah konkrit yang dapat dilakukan. Hal itulah yang dijelaskan dr. Kuntjoro Adi Purjanto M.Kes., Ketua Umum PERSI saat membuka kegiatan.

Tema ini diambil sejalan dengan banyaknya kasus atau kejadian penolakan jenazah, bahkan berebut dan mencuri atau mengambil paksa jenazah pasien Covid-19, padahal protokol kesehatan penanganan Covid-19 telah dikeluarkan oleh pemerintah bahkan sudah dievaluasi beberapa kali. Hal ini menjadi tekanan cukup berat untuk teman-teman di rumah sakit. “Semoga membuka wawasan baru dan dapat mencerdaskan masyarakat untuk tidak lagi melakukan penolakan jenazah karena maksud baik pemerintah yaitu ingin menjaga agar penyebaran Covid-19 tidak makin meluas”, ungkap moderator webinar, Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS – Ketua IKKESINDO-IndoHCF-KREKI.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI yang diwakili oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemankes RI, dr. Tri Hesty Widyastoeti, Sp.M., MPH hadir sebagai narasumber. “Pada prinsipnya tentu penanganan jenazah PDP atau yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19 itu harus mempersiapkan petugas yang menangani jenazah. Petugas yang mempersiapkan jenazah harus menerapkan PPI (kewaspadaan standar), kebersihan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan jenazah, dan kebersihan lingkungan. Yang terpenting pada penggunaan APD sesuai risiko. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan pada saat melepas APD paling sering menjadi rantai penularan”, jelasnya saat memaparkan topik “Kriteria Diagnosis Jenazah yang dimakamkan dengan Protokol Covid-19”.

Beliau menjelaskan, jenazah suspek Covid-19 merupakan jenazah dari dalam rumah sakit dengan diagnosis infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran pernapasan bawah, pneumonia, ARDS, dengan atau tanpa keterangan kontak dengan penderita Covid-19 yang mengalami perburukan kondisi dengan cepat. Juga jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) dari dalam rumah sakit sebelum keluar hasil swab. Kemudian jenazah dari luar rumah sakit dengan riwayat orang dalam pemantauan (ODP) atau PDP. Hal ini termasuk pasien (Death on Arrival) rujukan dari rumah sakit lain. Selanjutnya jenazah suspek Covid-19 termasuk pasien yang telah ditetapkan sebagai ODP/PDP tetapi tidak menjalani perawatan di rumah sakit, apabila meninggal di luar fasyankes harus dibawa ke rumah sakit rujukan terdekat untuk mendapatkan pengelolaan pemulasaran jenazah sesuai dengan protokol yang berlaku. Hal ini memang tidak mudah dengan fenomena-fenomena keluarga pasien yang tidak memahami maka yang terjadi tidak melakukan pemulasaran jenazah sesuai protokol kesehatan Covid-19.

Pemerintah telah menyusun beberapa protokol seperti protokol penanganan jenazah di ruang rawat sebelum ditransfer, protokol di kamar jenazah, protokol otopsi bila diperlukan, protokol pembersihan dan pengendalian lingkungan, serta  protokol jenazah dari rumah sakit ke pemakaman juga protokol pemakaman. Pemerintah juga telah menyusun pedoman pemakaian APD sesuai aktivitas. Dalam hal ini, petugas kamar jenazah penting untuk memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai tata laksana pada jenazah.

Turut hadir pula, Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Ir. Bernardus Wisnu Widjaja, M.Sc., beliau menambahkan, “Jenazah Covid-19 harus di proses sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 baik droplet atau cairan yang keluar dari hidung dan mulut, serta rembesan dari lubang tubuh lainnya”, jelasnya. Menurutnya, hal ini dilakukan karena keselamatan dan kesehatan setiap orang di dekat jenazah adalah prioritas. Beliau juga menegaskan bahwa martabat, budaya, dan agama jenazah dan keluarganya harus tetap dihormati dan dilindungi.

WHO tidak merekomendasikan jenazah untuk diawetkan, maka pemakaman sebaiknya dilakukan dalam 4 jam pertama. Kematian pasien Covid-19 dapat terjadi di rumah sakit maupun luar rumah sakit, maka petugas agar dapat mengelola situasi dengan baik yaitu menjaga keseimbangan hak keluarga, kebutuhan penyelidikan, penyebab kematian, dan risiko penularan.

Dalam webinar ini juga hadir Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK(K)., Guru Besar FK-KMK UGM yang juga merupakan Konsultan Mikrobiologi. Beliau menjelaskan, penularan SARS-CoV-2 dapat terjadi  melalui droplet respirasi, fomite yaitu dari lingkungan yang terkontaminasi, dan juga kontak langsung. Sedangkan melalui airborne dan fecal oral masih menjadi kontroversi.

Pada kesempatan ini Prof. Tri Wibawa menjelaskan alasan perlu dilakukan protokol kesehatan Covid-19. Menurut suatu publikasi penelitian dari Wuhan, menunjukkan bahwa virus memang menyebar disekitar pasien positif SARS-CoV-2. Sebenarnya hingga saat ini tidak ada data/bukti langsung tentang SARS-CoV-2 pada jenazah. Belum ada riset yang menunjukkan berapa lama virus bertahan dalam jenazah terinfeksi SARS-CoV-2. Akan tetapi ada data pendahuluan pada kasus SARS 2003, virus dapat bertahan dan infeksius cairan tubuh (darah, urin, feses) selama 72-96 jam. Jadi meskipun belum ada bukti langsung, ada potensi bahwa virus masih bertahan dan masih infeksius selama ada dalam cairan tubuh pasien selama 72-96 jam. (Vania Elysia/Reporter)

Berita Terbaru