Webinar FK-KMK UGM Angkat Isu Ketimpangan dan Keberlanjutan Sistem Jaminan Kesehatan Indonesia

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) melalui Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) menyelenggarakan webinar bertajuk “Global Health Finance after COVID-19 and the Future of UHC” pada Kamis, 24 Juli 2025. Kegiatan ini menghadirkan Prof. Peter Berman dari University of British Columbia dan Harvard T.H. Chan School of Public Health sebagai narasumber utama.

Acara ini dibuka dengan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D., yang menyampaikan perkembangan pendanaan kesehatan di Indonesia. Ia menyoroti meningkatnya pengeluaran sektor kesehatan, terutama dari skema asuransi kesehatan sosial dan pengeluaran pribadi (out of pocket/OOP). Di tengah tren ini, BPJS Kesehatan kembali menghadapi tantangan defisit pascapandemi COVID-19. Menurutnya, ketimpangan dalam akses layanan kesehatan masih menjadi hambatan utama tercapainya Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia, yang diperparah oleh perbedaan antar segmen peserta, hambatan geografis, serta kebijakan kompensasi yang belum optimal.

Dalam sesi utama, Prof. Peter Berman memaparkan bahwa pandemi COVID-19 membawa dampak besar pada peta pembiayaan kesehatan global. Banyak negara mengalami penurunan bantuan eksternal dan menghadapi tantangan baru akibat perubahan iklim. Di tengah keterbatasan tersebut, UHC tetap menjadi tujuan penting, yaitu memastikan semua orang memiliki akses terhadap layanan kesehatan penting tanpa mengalami kesulitan finansial.

Ia menambahkan bahwa tren Service Coverage Index (SCI) secara global memang meningkat, namun proporsi pengeluaran OOP masih tinggi, berkisar antara 10–25%. Negara berpendapatan tinggi menghadapi tantangan berupa populasi lansia yang terus meningkat, multi-morbiditas, dan lonjakan biaya terapi mutakhir. Sementara itu, negara berpendapatan rendah menghadapi keterbatasan anggaran kesehatan, sehingga harus mencari titik keseimbangan antara hasil kesehatan dan perlindungan finansial.

Dalam konteks Indonesia, tantangan bertambah kompleks karena perbedaan geografis, ketimpangan suplai layanan kesehatan, dan kondisi ekonomi yang beragam. Meskipun cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mencapai lebih dari 80%, ketidaksetaraan distribusi manfaat masih menjadi pekerjaan rumah. Di layanan kesehatan primer, pendanaan masih bergantung pada aliran dana transfer pemerintah ketimbang pembiayaan dari JKN. Hal ini menunjukkan bahwa meski sistem jaminan kesehatan nasional telah terbentuk, tantangan keberlanjutan dan pemerataan masih memerlukan perhatian serius.

Melalui diskusi ini, FK-KMK UGM kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung penguatan sistem kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan melalui pendekatan berbasis bukti, kolaboratif, dan lintas sektor. (Kontributor: Latifah Alifiana).