Waspada KLB Polio: Cegah Polio dengan Vaksinasi!

FK-KMK UGM. Menjelang pergantian tahun beberapa waktu yang lalu, media cukup ramai memberitakan kejadian luar biasa (KLB) polio di Klaten. Ada seorang anak berusia 6 tahun, tepatnya di Manisrenggo, Klaten, didiagnosa menderita polio.

Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM mengangkat tema tersebut dalam podcast yang menghadirkan narasumber Prof. dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K)., Ph.D. Ia adalah guru besar di bidang kesehatan anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM sekaligus dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang dan pediatri sosial RSUP dr. Sardjito.

“Kabar ini bagaikan mimpi buruk menjelang tahun baru,” ungkap Prof. Mei menggambarkan KLB tersebut. Ia menganggap Yogyakarta merupakan wilayah dengan tingkat kesehatan yang tinggi, namun masih juga ditemukan polio. Meski secara administratif Manisrenggo termasuk Kabupaten Sleman, namun secara geografis terletak berdekatan dengan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hal tersebut kemudian menjadi masalah kesehatan yang turut menyedot perhatian dunia karena polio mudah sekali menular. Virus polio masuk ke dalam sistem pencernaan, bisa melalui tangan, makanan, minuman atau alat makan yang digunakan. Ketika ditemukan satu anak yang terkonfirmasi polio, bisa jadi ada 100 anak di sekitarnya yang tertular namun tidak bergejala. Meski tidak menimbulkan gejala, mereka tetap bisa menularkan virus polio ke anak lainnya.

Jika polio menimbulkan gejala, maka anak akan mengalami gejala antara lain: demam, nyeri pada sendi, sakit kepala, mual dan muntah. Polio banyak menyerang anak di bawah lima tahun. Namun bisa juga menyerang anak di atas lima tahun jika riwayat imunisasinya tidak lengkap. Sedangkan pada orang dewasa, Prof. Mei mengatakan bahwa secara teori bisa terjadi. Namun hal tersebut sangat jarang karena pada orang dewasa daya tahan telah terbentuk untuk melawan virus polio.

Lebih lanjut Prof. Mei juga mengatakan bahwa polio dapat menyebabkan kelumpuhan. “Kelumpuhan karena polio ini bersifat permanen,” jelasnya. Artinya kelumpuhan akibat polio ini tidak bisa diobati. Hal yang bisa dilakukan adalah fisioterapi untuk mengurangi efek kelumpuhan tersebut dan mencegah badannya mengecil. Pada beberapa kasus polio juga bisa mengakibatkan kejang-kejang bahkan meninggal dunia.

Karena polio tidak bisa diobati, maka pencegahan menjadi mutlak untuk dilakukan. Prof. Mei menyebutkan beberapa langkah pencegahan yang mesti dilakukan secara komprehensif. “Pertama, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap untuk menguatkan daya tahan tubuh anak,” jelas Prof. Mei. Selain itu daya tahan tubuh juga dapat ditingkatkan melalui perbaikan status gizi anak. Perilaku hidup bersih dan sehat juga mutlak harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang sehat guna mencegah penularan virus polio. Prof. Mei mengambil sisi positif dari pandemi COVID-19 yang membuat masyarakat rajin memakai masker dan mencuci tangan. Ia berharap perilaku tersebut tetap dilakukan oleh masyarakat.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1501 tahun 2010, terdapat 17 penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Jika di suatu daerah ditemukan salah satu dari penyakit-penyakit menular tersebut yang sebelumnya tidak ada, maka penemuan tersebut dapat menjadi dasar ditetapkannya KLB. Polio adalah salah satunya.

Pemerintah menyikapi penetapan KLB ini dengan melakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu pemberian imunisasi polio massal kepada seluruh kelompok rentan. Kegiatan sub pekan imunisasi nasional (Sub PIN) ini akan dilakukan di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kabupaten Sleman hingga dua putaran. Putaran pertama dimulai 15 Januari 2024, sedangkan putaran kedua mulai 19 Februari 2024.

Melengkapi penjelasannya, Prof. Mei mengatakan bahwa imunisasi yang akan diberikan pada Sub PIN besok adalah vaksin yang diproduksi khusus untuk menangani KLB ini, yaitu novel oral polio vaccine type 2 (nOPV2). “Ini vaksin yang diteteskan ke mulut, sangat ringan dan aman,” lanjut Prof. Mei. Karena itu ia sangat menganjurkan masyarakat yang menjadi sasaran Sub PIN untuk mengikuti kegiatan tersebut. Meski demikian, vaksinasi rutin tetap harus dilakukan sesuai jadwal, karena vaksinasi Sub PIN ini tidak mengganggu vaksinasi rutin lainnya.

Langkah pelaksanaan vaksinasi rutin ini sejalan dengan program pembangunan berkelanjutan/sustainable development goal’s (SDG’s) poin 3 tentang kehidupan sehat dan sejahtera. Poin ini diartikan sebagai bagian dari menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia.

Melalui podcast ini, PKT UGM berharap dapat turut memberikan edukasi kepada masyarakat dan meningkatkan animo masyarakat untuk mengikuti Sub PIN yang akan diselenggarakan oleh pemerintah. (Kontirbutor: PKT UGM)

Simak podcast nya di:

https://youtu.be/LfApriUNmXQ

https://open.spotify.com/episode/1rizQaym42JkV2idl8Mh1o?si=jAaBYaahRsWpiRvo0GHIAw