FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM melaksanakan Lunch Webinar dengan tema “Masukan untuk Perumusan Regulasi Turunan UU Kesehatan dalam Penyelenggara Pendidikan Dokter Spesialis: Pengalaman di Bedah Saraf” pada Kamis (3/8) melalui zoom meeting dan siaran langsung Youtube.
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK memberikan pengantar terkait topik tersebut. Prof. Laksono mengatakan bahwa sebelum UU Pendidikan Kedokteran 2013, belum ada regulasi yang mengatur pendidikan residen dan peran negara. Oleh karena itu, muncul dorongan bahwa pemerintah perlu hadir, termasuk mengendalikan mutu, jumlah data, dan akses masuk, memberikan subsidi proses pendidikan, serta memberi beasiswa untuk residen dalam konteks meregulasi.
“Pendidikan Residen diatur dalam UU Pendidikan Kedokteran dimulai pada pemahaman residen sebagai pekerja RS. Namun, dalam pelaksanaannya, residen sebagai pekerja belum terjadi penuh, Semi Hospital Based belum terlaksana dengan baik. Bahkan, Pendidikan Residen oleh FK swasta yang terakreditasi tertinggi baru bertambah 1 setelah 10 tahun,” jelas Prof. Laksono.
Karena hasil dari UU Pendidikan Kedokteran dirasa belum maksimal, akhirnya muncul permasalahan terkait pemerataan dokter spesialis. dr. Handoyo Pramusinto, Sp.BS(K) dari Pokja Bencana FK-KMK UGM mengungkapkan bahwa pada tahun 2010 telah dibentuk pola bernama Sister Hospital yang dijalankan di Papua. “Pola ini menggalang kerjasama yang melibatkan institusi pendidikan, institusi pelayanan, serta pemerintah daerah dan RSUD,” tambahnya.
Tahap program dari pola tersebut meliputi pembangunan komunikasi semua stakeholder, menyusun MOU dan PKS, rekrutmen kandidat melalui jalur yang tersedia, melakukan capacity building institusi di daerah, serta monitoring dan evaluasi.
“Dampak kerjasama yang telah dilakukan salah satunya adalah pengembangan peralatan diagnostik dan operasi oleh PEMDA Papua. Selain itu, kami juga menilai adanya peningkatan pelayanan bedah saraf konsultan, bedah plastik, dan bedah torak kardiovaskular,” jelas dr. Handoyo.
Pembahasan mengenai Sister Hospital di Papua yang melibatkan kerjasama antara institusi pendidikan, pelayanan kesehatan, pemerintah daerah, dan RSUD juga mencerminkan upaya dalam mencapai tujuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 17, yaitu Partnerships for the Goals. Kerjasama tersebut telah memberikan dampak positif dalam pengembangan peralatan medis, peningkatan pelayanan bedah saraf konsultan, bedah plastik, dan bedah torak kardiovaskular, yang semuanya sesuai dengan upaya mencapai kesehatan dan kesejahteraan yang merata dan berkualitas bagi seluruh masyarakat. (Nirwana/Reporter. Editor: Etsa Surya Putriana)