‘Tut Wuri Handayani’ dalam Pendidikan Kedokteran

FK-KMK UGM. Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM,  Prof. dr. Mora Claramita, MHPE., PhD., Sp.KKLP., mengejawantahkan ajaran Ki Hadjar Dewantara ‘Tut Wuri Handayani’ di pendidikan kedokteran dan profesi kesehatan dalam konteks keberagaman lintas budaya.

“Upaya pembinaan dan pengolahan karakter mahasiswa sejak awal proses pendidikan sampai dengan lulus menjadi seoarang profesional perlu terus menerus dilakukan, secara kontinu, terjadwal, dan interaktif. Strategi ini yang disebutkan Ki Hadjar Dewantara sebagai metode Among”, paparnya dalam pidato pengukuhan Guru Besar berjudul: “Pengejawantahan ‘Tut Wuri Handayani’ pada Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan dalam Konteks Keberagaman Lintas Budaya”, Kamis (1/7) di Balai Senat UGM.

Prof. Mora juga menuturkan bahwa dokter yang terbaik bukanlah dokter yang paling pandai, namun yang paling baik melakukan refleksi. “Hanya dari proses refleksi yang terus menerus inilah kesalahan berulang dapat dicegah, yang pada akhirnya akan bermuara pada keselamatan pasien dan tenaga kesehatan. Proses refleksi memerlukan perhatian khusus dalam kurikulum pendidikan kedokteran,” ungkapnya.

Proses refleksi ini merupakan bagian dari pembelajaran, karena belajar tidak akan berhasil tanpa umpan balik yang membangun. Sedangkan syarat utama dalam memberikan umpan balik ini menurut Prof. Mora adalah melalui pengamatan langsung.

“Seni pengelolaan dan pengamatan langsung terhadap peserta didik merupakan bagian dari tugas pendidik klinis, mulai dari pengamatan terhadap proses penalaran klinis, pengambilan keputusan klinis bersama pasien, merupakan bagian yang tidak terpisahkan,” imbuhnya.

“Di dalam paguron, pamomong disebut sebagai pamong, bukan guru. Guru yang baik akan mampu mengonstruksi pengalaman belajar dan memaknainya, bukan karena disuruh gurunya, melainkan karena proses refleksi dan umpan balik yang berkelanjutan,” papar Prof. Mora. (Wiwin/IRO; Foto: Humas UGM)