Tuberkulosis, Bukan Sekedar Masalah Medis

Kamis (24/3) Indonesia saat ini menempati peringkat kedua terbanyak untuk penderita Tuberculosis (TB) di dunia. “Tentu saja, ini bukanlah sebuah ranking yang menggembirakan bagi kondisi kesehatan masyarakat”, demikian diungkapkan dr. Sumardi, SpPD-KP saat ditemui di sela-sela kesibukannya di Poli Paru RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta.

TB merupakan penyakit menular dan mematikan yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyebarannya bisa melalui kontak dengan penderita melalui medium udara. TB sangat lekat dengan lingkungan kumuh, lembab, serta asupan makanan tidak sehat bahkan adanya HIV AIDS semakin memperparah kondisi TB. Selain itu perilaku pasien dan petugas kesehatan –pun turut menyumbang perkembangan penyakit ini. Ketaatan pasien untuk berobat rutin dan kemampuan petugas kesehatan untuk me-manage terapi serta memberikan edukasi, mempunyai peran penting dalam upaya keberhasilan pengobatan terhadap pasien TB.

Hospital linkage, merupakan sebuah jalur khusus untuk memonitoring pasien TB. Tidak menutup kemungkinan, pasien akan berhenti terapi karena mengalami kebosanan, pertimbangan faktor jarak, faktor ekonomi, dan beberapa faktor lain. Menghadapi kasus seperti ini, Rumah Sakit akan berkoordinasi dengan puskesmas daerah setempat untuk melakukan monitoring terhadap pasien yang berhenti terapi. Sangat dimungkinkan bagi Rumah Sakit untuk mengirimkan obat ke Puskesmas tempat tinggal pasien jika memang jarak yang menjadi kendala bagi mereka. Upaya proaktif institusi kesehatan ini penting dilakukan karena pertama, untuk kepentingan penyembuhan pasien dan yang kedua, mencegah terjadinya perluasan penyebaran TB.

TB memang harus diobati secara tuntas selama 6 bulan, jika pengobatan berhenti, akan terjadi pasien yang resistant terhadap obat TB dan memperparah kondisi pasien, bahkan pengobatannya bisa sampai 2 tahun jika sudah resistant”, tegas dr. Soemardi, ahli infeksi paru ini.

Upaya penyembuhan pasien TB tidak hanya berhenti pada saat terapi selesai dilakukan. Ada upaya pencegahan dan perbaikan gizi terhadap pasien. Pasien dengan riwayat TB memerlukan asupan makanan tinggi protein dengan kadar kalori dan gizi seimbang (4 sehat 5 sempurna). Masalah ketimpangan sosial turut berperan di sini. Penyakit TB masih menjadi tantangan bagi Indonesia, mengingat kondisi negara ini masih banyak penduduk miskin yang mempunyai akses kurang baik terhadap gizi berimbang. Sebagai dampaknya, ‘kekambuhan’ dan perluasan pasien TB sangat mungkin terjadi.

Memang benar, penyakit Tuberculosis tidak hanya sekedar masalah medis. Dalam rangka memperingati hari Tuberculosis sedunia yang jatuh pada tanggal 24 Maret 2016 ini, dr. Soemardi, SpPD-KP mengingatkan bahwa, perlu adanya kerjasama lintas sektoral antara petugas medis dengan masyarakat dalam upaya pemberantasan TB. “Tidak hanya menjadi kerja petugas medis saja”, pungkas dr. Soemardi.(Wiwin/IRO)