FK-KMK UGM. Para remaja tidak jarang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, bermasalah/toxic relationship, baik dengan sahabat, pacar, saudara maupun orang tua dan lingkungannya. Hubungan yang bermasalah ini bisa menguras waktu dan pikiran, dan akan berpengaruh buruk bagi kesehatan, baik fisik atau mental, serta memengaruhi kemampuan belajar dan interaksi sosial remaja.
Beranjak dari masalah tersebut. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam rangka memperingati Dies Natalis FK-KMK UGM ke 75 dan Lustrum XV menyajikan webinar kesehatan untuk masyarakat khususnya remaja dengan mengusung topik: “Toxic Relationship: Hindari Hubungan Bermasalah di Kalangan Remaja”. Acara yang berlangsung dua jam ini diselenggarakan secara daring melalui kanal YouTube FKKMK UGM Official dan Platform Zoom, Jum’at (26/3).
Kegiatan ini juga melibatkan KAGAMA Kedokteran, Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial beserta Yayasan Saworo Tino Triatmo (YASATRI). YASATRI merupakan Yayasan sosial yang didirikan pada tahun 1998 yang memiliki tujuan untuk program edukasi kesehatan remaja, keselamatan lalu lintas, dan pencegahan di kalangan remaja.
“Hubungan beracun atau toxic relationship merupakan istilah yang sangat popular pada saat ini. Kegiatan ini lebih difokuskan kepada kalangan remaja yang memulai memperluas pergaulannya seperti pacaran, dan berelasi. Maka harus lebih hati-hati agar tidak terjebak dalam hubungan yang salah” ungkap dr. Budiono Santoso, Ph.D Sp.FK., Ketua YASATRI dalam sambutannya.
Ada dua materi bahasan oleh pakarnya masing-masing. Materi pertama “Toxic Relationship: Pengertian dan dampaknya” oleh Prof. Dra. Raden Ajeng Yayi Suryo Prabandari, Msi., Ph.D dan materi kedua “Toxic Relationship: Pencegahan” oleh Fitrina M. Kusumaningrum, SKM., MPH.
Prof. Dra. Raden Ajeng Yayi Suryo Prabandari, Msi., Ph.D menjelaskan istilah toxic relationship merupakan hubungan yang kadang tidak disadari dalam berteman, berelasi (bila telah bekerja) dan berpacaran yang tidak sehat, menguntungkan satu pihak, merugikan diri sendiri dan merugikan yang lain.
Ciri-ciri perilaku toxic biasanya remaja suka terus mengkritik, terlalu sibuk dengan dunia maya, mengekspresikan ketidaksukaan secara tak langsung, menyembunyikan masalah dan menghindari hubungan emosional dengan orang lain.
“Ciri perilaku orang yang mengarah toxic biasanya sering mengkritik, disampaikannya kadang sudah tidak enak juga. Misalnya kok kamu terlalu begitu sih, ngapain, sebenarnya kata-katanya bisa diubah dengan aku lihat, aku amati, kamu akhir-akhir ini seperti ini, ada apa, sehingga lebih baik penerimaannya” ungkap Prof. Yayi.
Pada tahun 2010, SeBAYA PKBI Jawa Timur melakukan survey pada 100 remaja dengan rentang usia 11-24 tahun mengenai hubungan tidak sehat. Data menunjukkan 41% dibentak ketika berbeda pendapat, 33% dimarahi pasangan ketidak menolak berciuman, dan 26% dibatasi aktif dalam kegiatan sosial.
Fitrina M. Kusumaningrum, SKM., MPH. menambahkan, “bahkan, sekitar 11% mengaku diancam putus jika tidak mau melakukan hubungan seksual. Sehingga hal-hal seperti sangat bisa terjadi pada remaja” terangnya.
Pencegahan toxic relationship dapat melalui orang tua dan keluarga dengan cara menguatkan hubungan orangtua dan anak, jalin komunikasi terbuka, dan perhatikan keseharian anak. Selain itu juga dari lingkungan sekolah dengan pendidikan kesehatan, tingkatkan suasana aman di sekolah serta melalui masyarakat seperti informasi tentang hubungan tidak sehat, peningkatan keamanan lingkungan dan penyediaan dukungan.
“Hal penting yang harus diingat orangtua yakni kekerasan pada anak akan berlanjut sampai anak tersebut dewasa, yang mana sangat memungkinkan akan melakukan perilaku kekerasan pada saat dewasa. Sehingga perlunya mengubah lingkungan keluarga dengan saling menyayangi, mengasihi, agar anak lebih paham lingkungan yang sehat itu bagaimana,” pungkasnya. (Arif AR/Reporter)
Untuk selengkapnya: ugm.id/youtubeFKKMK