FK-KMK UGM. Tim mahasiswa UGM berhasil mengembangkan Artificial Intelligence (AI) untuk melakukan analisis luka akibat penyakit diabetes. Menurut mereka, pengkajian untuk melakukan klasifikasi luka merupakan salah satu langkah penting sebelum melakukan perawatan luka akibat diabetes.
“Kendala yang sering dilakukan saat praktik pengukuran luka selama ini adalah masih menggunakan alat ukur manual untuk mengukur kedalaman luka hingga melihat jaringan nanah ataupun otot. Tentu ini kurang akurat dan tidak konsisten. Penggunaan pengukuran luka menggunakan alat ukur manual juga dapat menyebabkan kontaminasi silang yang berujung infeksi. Dengan pengukuran tersebut juga, pasti pasien merasa tidak nyaman” ungkap Aizizha Syeilla N., mahasiswa FK-KMK UGM, Sabtu (16/10) saat diwawancarai secara daring.
Melihat permasalahan tersebut, ketua tim mahasiswa UGM Aizizha bersama Dosen FK-KMK UGM, Anggi Lukman Wicaksana, S.Kep, Ns., MS. selaku dosen pendamping, beserta anggota mahasiswa UGM yang terdiri dari Riki Wartakusumah (FK-KMK UGM), Leonita Sephira S (Kedokteran Hewan UGM), dan Taqy Hanawa DR serta Nias Ananto (MIPA UGM) mulai Menyusun strategi untuk kemudian merealisasikan ide dan alat analisis luka diabetik ini.
Tim ini kemudian tertarik untuk mengembangkan teknologi kecerdasan buatan yang dinamakan “Mystic-Wound” sebagai alat analisis luka diabetik berbasis Artificial Intelligence (AI).
“Angka amputasi di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Salah satunya sangat dimungkinkan akibat perawatan luka diabetes yang kurang optimal. Harapannya kehadiran alat ini bisa mencegah komplikasi lebih lanjut, yakni mengatasi masalah perawatan luka di level sekunder,” terang Riki.
Cara kerja alat tersebut tergolong cukup sederhana. Mulai dari pengambilan foto atau gambar dengan perangkat, memasukkan riwayat pasien diabetes, hingga data demografis kemudian gambaran luka akan dibaca oleh alat.
“Sebelum pengkajian luka, dilakukan perawatan terlebih dahulu atau dibersihkan lukanya, kemudian difoto dan hasilnya akan dibaca oleh alat, hingga diberikan rekomendasi perawatan luka,” imbuh Aizizha.
Saat dikonfirmasi mengenai keunggulan alat, Aizizha juga mengungkapkan bahwa sebenarnya telah terdapat prototipe serupa di Amerika, hanya saja bentuknya lebih besar daripada alat yang dikembangkan tim mahasiswa UGM ini. Namun yang perlu digarisbawahi adalah alat yang dikembangkan tim mahasiswa UGM ini adalah yang pertama di Indonesia, compact, efektif, murah dan memiliki tingkat keakuratan tinggi karena angka kesalahan sangat kecil yakni 0,5 cm.
“Harapannya dalam pengembangan “Mystic-Wound” kami bisa mendapatkan hibah dan dukungan dari berbagai pihak sehingga kelak setelah dikembangkan dapat diproduksi massal agar bermanfaat bagi masyarakat luas terutama tenaga kesehatan,” tegasnya (Wiwin/IRO)