FK-KMK UGM. Persoalan kesehatan masyarakat belum selesai dan ditandai dengan masih meningkatnya kasus Covid-19 setiap harinya. Harapannya Indonesia bisa segera terbebas menyusul 102 Kab/Kota di Indonesia. Perlunya dorongan untuk memasuki jalur berwarna biru hijau dan secara epidemiologi menurun, pelayanan kesehatan membaik, dan memenuhi beberapa syarat dari WHO agar Indonesia bisa memasuki The New Normal. Hal itulah yang dijelaskan Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A, MARS – Ketua Pelaksana Kolaborasi Seminar Twice Weekly Covid-19, saat membuka Twice Weekly Webinar Serial XIV yang mengusung topik “Mendefinisikan New Normal di Indonesia: Apa, Kapan, Dimana, Siapa dan Bagaimana”
Ir. Dodi Izwardi, MA., Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, hadir sebagai narasumber dengan topik “Kesiapan Masyarakat dalam New Normal Studi Ketaatan Masyarakat dalam PSBB”. Beliau memaparkan, “Kesiapan masyarakat dalam kenormalan baru dilihat dari beberapa riset salah satunya yaitu riset Determinan Sosial dan Perilaku terkait PSBB dalam Pencegahan Covid-19 di Jabodetabek tahun 2020. Responden dengan persepsi kurang baik terkait PSBB cenderung 1,43 kali memiliki perilaku tidak patuh PSBB dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi yang baik terkait PSBB. Selain itu juga responden yang tinggal di lingkungan masyarakat dengan modal sosial lemah cenderung 1,59 kali memiliki perilaku tidak patuh aturan PSBB. Kalau nanti PSBB direlaksasi memang harus ada suatu formula.”
Dodi juga menerangkan beberapa upaya kesiapan yang dilakukan menuju kenormalan baru diantaranya, perlunya upaya-upaya yang lebih intensif dan spesifik memberikan kesadaran pada masyarakat untuk tidak melakukan stigma terhadap kasus infeksi. Selain itu memberikan kesadaran pada masyarakat untuk lebih membantu dan terbuka kepada tenaga kesehatan saat anamnesa skrining atau deteksi dini dilakukan. Selanjutnya perlu adanya PSBK (Pembatasan Sosial Berskala Kecil) level RT/RW, Desa/Kelurahan, melihat hasil riset terlihat kuatnya peranan Tokoh Masyarakat dalam pengendalian Covid-19.
“Riset-riset inilah yang akan menjadi modal Indonesia untuk semakin siap menghadapi pandemi berikutnya. Kita yakin pandemi ini akan berakhir, tetapi hanya masalah waktu. Kita perlu melakukan persiapan, antisipasi, dan mitigasi”, dukung dr. Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD (Cand) – PhD candidate GHS & Pandemi Griffith University, yang juga hadir sebagai narasumber dengan topik “The New Normal, Bagaimana dan Mengapa?”
Dalam pemaparannya, dr. Dicky menjelaskan, dalam sejarahnya, istilah Normal atau The New Normal sebetulnya sudah didengungkan pandemi 1918. “Jadi ini adalah respon ketika saat itu untuk pertama kalinya manusia mengalami pandemi dan menyadari perlu adanya suatu perubahan perilaku”, jelasnya. Beliau menambahkan, dari sejarah masa ke masa, strategi utama ketika pandemi adalah testing, tracing, isolating, dan treating. Adapun lockdown, PSBB, dan karantina wilayah dan sosial, serta physical distancing adalah tambahan intervensi. Kemudian ada juga beberapa strategi pencegahan, karena belum adanya obat definitive dan vaksin. The new normal adalah bagian dari upaya pencegahan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah second peak dan second wave.
“Situasi ini juga dipengaruhi oleh adanya infodemik, segala informasi, misinformasi atau salah menyampaikan sehingga konsep new normal menjadi salah kaprah atau jadi salah implementasi karena tidak sesuai dengan prinsip pencegahan”, tegas dr. Dicky.
Dalam Covid-19, fase new normal merujuk pada perubahan perilaku manusia untuk mencegah penularan dari Covid-19. Tentu ada beberapa perilaku yang tidak familiar seperti penggunaan masker dan sebagainya. The New normal perlu dilakukan karena pandemi yang terjadi termasuk Covid-19 adalah utamanya akibat perilaku manusia yang mengakibatkan terjadinya perpindahan virus dari hewan ke manusia yang disebut zoonosis.
Selanjutnya dr. Dicky menjelaskan, “Apakah kita sudah siap menjalankan new normal? Tentu ada kriteria yang dijadikan rujukan saat ini adalah kriteria WHO yang telah dikeluarkan 14 April 2020 lalu. Kriteria WHO untuk menjalankan new normal diantaranya, kewajiban untuk memperkuat surveilans dan juga memastikan ada penurunan kasus dan transmisi. Kemudian tetap melakukan strategi utama penangan pandemi, yaitu deteksi/testing, tracing, isolasi, dan treating. Juga meminimalisasi terjadinya outbreak dan mempersiapkan protokol-protokol pencegahan di semua sektor. Kemudian juga termasuk mencegah masuknya kasus importasi. Terakhir juga masyarakat harus memahami dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan new normal. “Dalam new normal ini semua kerangka strategi harus berdasarkan sains, fakta-fakta, dan data-data, sehingga menjadi dasar untuk memberikan masukan untuk masyarakat”, jelasnya.
Dalam webinar ini juga menghadirkan narasmber, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc, Ph.D., Ahli Kesehatan Masyarakat, dosen sekaligus Dekan FKM UI dengan topik “Sisi Akademis New Normal” dan dimoderatori oleh Dr. Ede Surya Darmawan, SKM, MDM., Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Webinar yang digelar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama kolaborasi sembilasbelas lembaga terkait lainnya, yaitu Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO), Komunitas Relawan Emergensi Kesehatan Indonesia (KREKI), Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF), Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Telkom Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), HELFA, Ikatan Psikolog Klinis (IPK), Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS), GAKESLAB, Smart Health Society-Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (SHS-APIC), Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia (APKESI), Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES), dan Indonesia Against COVID-19 (IAC-19) ini dilakukan melalui platform Webinar dan YouTube ini dilaksanakan pada Selasa (02/06) pukul 13.00 – 15.00 WIB. (Vania Elysia/Reporter)