Tatalaksana Uji Diagnostik Antigen dan PCR untuk Varian Omicron

FK-KMK UGM. Saat ini jumlah kasus covid-19 di Indonesia telah mencapai 7000 lebih orang. Dengan kasus aktif yang harus mendapatkan perawatan tercatat naik lebih dari 1.000 kasus. Kasus aktif di Indonesia masih terus bertambah seiring peningkatan kasus baru. Perlunya penerapan protokol kesehatan yang ketat dan juga tes diagnostic yang efektif dapat mengurangi laju penularan dan lonjakan kasus varian omicron.

Pada saat ini organisasi kesehatan dunia memasukkan rapid antigen sebagai tes diagnostik dalam penegakkan kasus COVID19. Penggunaan tes ini dapat membantu apabila sarana pemeriksaan RT-PCR terbatas, harganya lebih murah dan hasil lebih cepat. Namun, perlu ketepatan dalam waktu dan cara pengambilan sampel.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH dalam sambutannya pada Webinar Publik AHS UGM bertajuk  “Sinkronisasi Tatalaksana Uji Diagnostik Antigen dan PCR untuk Varian Omicron” yang diselenggarakan secara daring, Jum’at (4/3).

Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D.,Sp.MK(K) seorang pakar mikrobiologi FK-KMK UGM mengungkapkan bahwa kasus COVID-19 diklasifikasikan menjadi kasus suspek, kasus probabel, dan kasus konfirmasi. Klasifikasi kasus COVID-19 dilakukan berdasarkan penilaian kriteria klinis, kriteria epidemiologis, dan kriteria pemeriksaan penunjang.

“Seseorang dikatakan masih suspek apabila hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen menunjukkan hasil positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah A dan B, dan tidak memiliki gejala serta bukan merupakan kontak erat.”, ungkap beliau.

Apabila ingin menentukan seseorang terjangkit COVID-19 dibutuhkan pemeriksaan PCR swab, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebagian kasus dapat menunjukkan hasil positif persisten walaupun sudah tidak ada gejala.

Menurut dr. Gunadi, Sp.BA.,Ph.D seorang pakar Whole Genome Sequencing FK-KMK UGM , penelitian di Korea menunjukkan bahwa walaupun tidak ditemukan virus yang dapat bereplikasi 3 minggu setelah onset gejala pertama, SARS-CoV-2 RNA masih terdeteksi di spesimen pemeriksaan RT-PCR hingga 12 minggu.

“Bagi penyintas COVID-19, penelitian terbaru juga menunjukkan ada kemungkinan untuk proses reinfeksi karena antibodi COVID-19 dalam tubuh diperkirakan akan menghilang dalam 3 sampai dengan 12 bulan. Oleh sebab itu walaupun sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19, tetap harus menjalankan protokol kesehatan.”, tambahnya.

Kemudian, mengenai kapan pemeriksaan Antigen perlu dilakukan, dr. Gunadi mengungkapkan bahwa Rapid swab test corona lebih efektif jika dijalani pada 5-10 hari setelah terpapar virus corona. Alasannya karena jeda waktu 5-10 hari tersebut diperlukan agar pemeriksaan lebih efektif dalam mendeteksi antigen virus yang ada dalam tubuh. Namun apabila seorang pasien mengalami keluhan yang dicurigai sebagai gejala Covid-19, jangan menunda tes dan segera periksakan diri ke fasilitas medis terdekat.

Webinar publik ini dimoderatori oleh dr. Cahya Dewi Satria, M.Kes, Sp.A(K) (Yuga/Reporter)

Berita Terbaru