Tantangan Profesi Dokter di Indonesia

FK-KMK UGM. Seperti hari Rabu sebelumnya, Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerjasama dengan UNESCO Chair on Bioethics menggelar acara rutin bertajuk Raboan Discussion Forum dengan tema minggu ini “Betapa Tidak Mudahnya Menjadi Dokter di Indonesia” yang disampaikan ketua Ikatan Dokter Indonesia di Yogyakarta, dr. Joko Murdiyanto Sp.An, MPH secara daring melalui platform Zoom, Rabu (15/9). Diskusi ini berlangsung hampir dua jam dimoderatori oleh dr. Nur Azid Mahardinata  dan diikuti oleh berbagai dokter dari seluruh Indonesia.

Beberapa fakta yang dihadapi dimasa saat ini adalah animo calon mahasiswa untuk masuk Fakultas Kedokteran sangat tinggi. Hal tersebut akan memberikan dampak positif dan negative. “Peminat mahasiswa untuk mahasiswa Fk sangat tinggi, terbukti dengan banyaknya gelombang yang dibuka saat pendaftaran mahasiswa baru pasti kuotaya penuh, hal tersebut di satu sisi memberikan dampak positif seperti kita menjadi memiliki banyak kesempatan untuk mendapatkan bibit-bibit yang luar biasa, tapi disisi lain uang untuk kuliah di FK juga tidak ‘murah’ bagi sebagian orang”, jelas dr. Joko.

Selain hal tersebut, masih banyak ditemukan di masyarakat memandang kesuksesan profesi dokter diukur pada keberhasilan finansial, padahal sebetulnya lebih dari itu. “Dokter yang sukses adalah yang sebenar-benarnya dapat bermanfaat bagi orang lain.”, ucap dr.

Joko. Cara membayar dokter khusu di Rumah Sakit juga sebagian besar masih dengan berbasis “fee for service”,  sehingga jumlah pasien yang dikelola sangat menentukan besaran pendapatan.

Dari fakta-fakta yang telah dikemukakan, dokter Joko mengatakan bahwa ada beberapa hal perlu dilakukan oleh institusi pendidikan yang menyediakan Fakultas Kedokteran; Pertama, agar memilih mahasiswa yang memang panggilannya sebagai seorang pelayan public, selain potensi akademiknya. Kedua, upayakan biaya masuk Fakultas Kedokteran “terjangkau” bagi semua kalangan. Ketiga, membuat sistem pendidikan FK yang sarat mengajarkan upaya-upaya “altruism”, misalkan perbanyak kegiatan yang sifatnya kerelawanan untuk menanamkan jiwa tentang “kebermanaan hidup”. Keempat, perlu memperbanyak “dokter teladan” yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai disiplin dan etika kedokteran. (Yuga/Reporter)

Diskusi interaktif ini dapat disaksikan selengkapnya di: https://www.youtube.com/watch?v=IholeCzeYew