Tantangan kepatuhan fotoproteksi pada pasien xeroderma pigmentosum anak

FK-KMK UGM. Xeroderma pigmentosum (XP) adalah kelainan genetik langka yang ditandai dengan peningkatan sensitivitas terhadap radiasi ultraviolet, menyebabkan manifestasi kulit yang parah dan risiko lebih tinggi terjadinya keganasan dini pada kulit.

Umumnya, penderita XP mengalami frekles luas di area yang terkena sinar matahari sebelum usia 2 tahun. Seiring waktu, kulit mengalami penuaan dini, yang ditandai dengan xerosis progresif, atrofi, kerutan, lentigo, poikiloderma, dan timbulnya keganasan kulit dan mata secara dini. Karena alasan ini, penghindaran sinar matahari menjadi strategi penatalaksanaan utama untuk semua pasien. Pada saat yang sama, pendekatan lain, seperti pengobatan keratosis aktinik, poikiloderma, kanker kulit, serta konseling genetik dan psikologis, dapat bervariasi tergantung pada keadaan individu. Membatasi paparan sinar UV dengan memberikan fotoproteksi permanen adalah hal yang sangat penting bagi pasien XP, terutama pasien muda. Pasien harus menghindari sinar matahari semaksimal mungkin, melindungi wajah mereka dengan kaca film transparan pelindung UVR, dan menutupi seluruh tubuh mereka dengan pakaian, topi, sarung tangan, dan tabir surya yang sangat protektif.

Belum ada penelitian yang menilai kepatuhan fotoproteksi pada anak-anak penderita XP yang tinggal di daerah tropis dan ekonomi rendah. Penelitian sebelumnya dari negara-negara beriklim sedang dengan tingkat ekonomi yang baik menunjukkan kepatuhan fotoproteksi yang baik pada pasien XP anak. Namun belum ada penelitian yang menilai kepatuhan fotoproteksi pada anak-anak penderita XP yang tinggal di daerah tropis dan ekonomi rendah.

Artikel yang dipublikasikan oleh Yohanes Ridora, Niken Trisnowati, dan Retno Danarti dari Departemen Dermatologi dan Venereologi, FK-KMK Universitas Gadjah Mada/ KSM Kulit dan Kelamin RSUP Dr.Sarjito, Yogyakarta, melaporkan rendahnya kepatuhan fotoproteksi pada tiga pasien anak XP yang tinggal di Indonesia, negara tropis dengan pendapatan rendah. Ketiga pasien tersebut mulai mengalami gejala pertama pada tahun pertama kehidupannya dengan jeda 1-3 tahun hingga mereka didiagnosis menderita XP oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Tindakan proteksi sinar matahari segera dimulai. Namun, tantangan terkait iklim panas dan status ekonomi rendah menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan fotoproteksi. Pada akhirnya, ketiga pasien tersebut menderita keganasan kulit terkait sinar UV pada usia dini. Laporan ini menggarisbawahi tantangan dalam mempertahankan prognosis yang baik bagi pasien XP di negara-negara tropis berpenghasilan rendah.

Temuan pada laporan kasus jarang ini sesuai dengan Rencana Induk Kampus (RIK), serta berperan dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Penelitian ini mendukung SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, karena penatalaksanaan yang efektif untuk pasien XP sangat penting dalam mencegah keganasan kulit dini dan menjaga kesehatan serta kesejahteraan jangka panjang. Dengan menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pasien XP di negara tropis dengan ekonomi rendah, laporan ini juga berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam akses dan kualitas perawatan kesehatan, sejalan dengan SDG 10: Mengurangi Ketimpangan. Selain itu, temuan penelitian ini dapat mendorong kebijakan dan program yang lebih baik dalam pendidikan dan pencegahan kesehatan di negara-negara berkembang, mendukung SDG 4: Pendidikan Berkualitas melalui penyuluhan dan edukasi tentang pentingnya fotoproteksi dan penanganan penyakit genetik langka. Penelitian ini juga sesuai dengan flagship penelitian UGM bidang kesehatan yang salah satunya adalah pengembangan bidang kebugaran dan penuaan (wellness and aging). (Penulis: Yohanes Ridora, Niken Trisnowati, Retno Danarti. Editor: Nur Aziz)

Berita Terbaru