FK-KMK UGM. Academic Health System (AHS UGM) menyelenggarakan pelatihan untuk memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana pada 10-11 September 2024 di Audiorium Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM. Pelatihan “Potensi Pembentukan Emergency Medical Team (EMT) AHS UGM” mengumpulkan berbagai tenaga medis dari farmasi, bidan, perawat, ahli gizi, hingga dokter di RSA UGM untuk memperkuat sistem tanggap darurat. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung kebijakan tenaga cadangan kesehatan (TCK) dan meningkatkan kemampuan tim dalam merespons situasi darurat.
Indonesia sering menghadapi bencana alam dan wabah penyakit yang mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas. Bencana semacam itu dapat memicu krisis kesehatan yang memperparah penderitaan korban. Dalam menghadapi tantangan tersebut, pengelolaan krisis kesehatan menjadi sangat krusial. Sub-klaster pelayanan kesehatan berperan penting dalam penanganan bencana, dengan salah satu komponen utamanya adalah tim medis darurat atau EMT, yang siap diaktifkan untuk situasi gawat darurat.
Sejak 2018, Academic Health System (AHS) Universitas Gadjah Mada (UGM) telah berpartisipasi dalam berbagai misi kemanusiaan, termasuk gempa bumi di Lombok, Sulawesi Tengah, dan Cianjur. Tim EMT AHS selalu mendapatkan perhatian khusus karena integrasi jejaring rumah sakit dan universitas yang membentuk kekuatan kolaboratif dalam situasi bencana. Kegiatan seminar yang berlangsung ini menjadi langkah strategis untuk menilai dan menguatkan kapasitas EMT guna mendukung kebijakan TCK Indonesia ke depan.
Dalam sambutannya, Dr. Sudadi Sp.An., KNA., KAR., mewakili AHS, menggarisbawahi pentingnya ketangguhan terhadap bencana dengan mengoptimalkan kolaborasi dalam skema AHS untuk penguatan EMT. Prof. Ika Puspita Sari, M.Si., Ph.D., menambahkan bahwa RSA dan AHS telah berkolaborasi dalam berbagai kegiatan pengabdian masyarakat, dan diharapkan EMT yang terbentuk akan memperkuat jaringan kesehatan.
Peserta mendapatkan wawasan mendalam mengenai konsep EMT dan peran Health Emergency Operation Center (HEOC) dalam operasi tanggap darurat. Diskusi juga mencakup pentingnya komunikasi yang efektif di lapangan, persiapan logistik, dan manajemen pasca penugasan. Pada hari kedua, 11 September, sesi pelatihan melibatkan narasumber yang membahas berbagai aspek operasional EMT, termasuk koordinasi, penyusunan rencana operasi, dan kepulangan EMT.
Para peserta juga terlibat dalam simulasi, praktek, dan demonstrasi untuk menerapkan teori yang dipelajari. Dengan pelatihan ini, AHS UGM berharap dapat membentuk tim EMT yang siap digerakkan ketika bencana terjadi dan memastikan setiap rumah sakit dalam jejaring AHS dapat segera memberikan bantuan yang dibutuhkan. Dengan pendekatan ini, AHS UGM terus berkomitmen untuk meningkatkan kemampuan tanggap darurat dan mendukung kebijakan tenaga cadangan kesehatan di Indonesia. Acara ini selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim), SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan), dan SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera). (Reporter/Resha Ayu)