Judul ini sangatlah populer, namun bisa salah persepsi; membawa pemahaman yang dangkal yakni suasana senang ibaratnya anak-anak kecil yang bermain bola di kolam renang begitu asyik bergurau sampai berteriak-teriak. Jika suasana pembelajaran seperti ini, kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak akan tercapai, terlebih lagi pembelajaran yang bersifat adaptif, transformatif, dan holistik—yang mampu menumbuhkan minat sosial. Untuk itu perlu diseragamkan persepsi, bahwa suasana senang dalam pendidikan adalah suasana nyaman tanpa hiruk pikuk namun fokus menuju kesenangan yang lebih tepatnya merujuk pada ketenangan jiwa. Dengan jiwa yang senang dan tenang akan berdampak pada imajinasi kreatif, pola pikir, akal budi, dan rohani. Sehingga, mutlak perlu diusahakan chemistry antara semua pihak yang terlibat, sampai terintegrasinya materi dan tujuan pembelajaran yang jelas bersinergi; supaya timbul beautiful stress yang merupakan dorongan internal.
Beautiful Stress

Beautiful Stress adalah dorongan semangat untuk rajin-suka belajar dengan sabar, tangguh, tekun, teliti, konsisten, memahami kurikulum secara detail sampai langkah-langkah pelaksanaannya. Perlu disadari bahwa hubungan semua pihak pun mutlak diperlukan sampai tumbuh rasa solidaritas -bela rasa- simpati empati kondusif; untuk saling membantu dan memfasilitasi. Filosofi Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara Ing ngarsa sung tulada – Ing madya mangun karsa – Tut wuri handayani Tut Wuri Handayani pun perlu diusahakan atau diintegrasikan ke dalam interaksi personal holistik tersebut; tidak semata-mata fokus materi pembelajaran. Sedangkan, filosofi suasana senang bagaikan taman dari Ki Hajar Dewantara pun perlu diperdalam menjadi tenang-senang jiwani. Di dalam hal ini, memang dibutuhkan pendidik profesional di bidangnya yang bertanggung jawab membua materi pembelajaran sekaligus memahami makna suasana pembelajaran tersebut.
Ilustrasi
Sebagai ilustrasi, mohon dibayangkan dan dihayati suasana kesenangan ketenangan Sang Bayi yang dipeluk Sang Ibu menyusui ASI; selanjutnya memandikan, menyuapi, menidurkan sambil mendongeng. Semuanya selaras dengan konteks Ilahi mengenai suasana keluarga Sakinah (tentram di hati) – Mawaddah (kasih sayang) – Warohmah (kelembutan empati hati). Secara lebih vulgar, mohon dibayangkan-dihayati kalau pelukan suami istri, yang hanya merupakan pelukan diorientasikan berhubungan dengan uang, harta, bersifat transaksional, dan kepura-puraan, perlu ditransformasi menjadi pelukan rasa cinta, kasih, kesetiaan, yang menenangkan jiwa.
Fokus Opini
Fokusnya, di dalam konteks opini judul tema di atas, janganlah fokus sebatas membahas pencegahan perpeloncoan, percekcokan, balas dendam, kekerasan perintah, KDRT, Dosen Killer dan sebagainya. Relevan dengan renungan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, kita tidak boleh mewariskan beban mental-contoh yang jelek-…dst beban “hutang”(seperti negara); namun mewariskan suasana tenang jiwani sebagai bekal utama anak bangsa untuk maju ke depan mengisi Bumi Merdeka Indonesia. Sumonggo, opini ini untuk diapresiasi. Maju Terus FKKMK UGM sebagai Teladan Institusi Humanis Holistik Indonesia Merdeka. (Penulis, Dosen Agama Kedokteran, Mantan Mang Etos: JB Soebroto)