Suara Bulaksumur Jilid 2 Soroti Kajian Yuridis Formal Dugaan Tindak Pidana Dalam Pendidikan Dokter Spesialis

FK-KMK UGM. Forum guru besar kedokteran se-Indonesia melayangkan protes dan refleksi kritis atas keprihatinan pada dinamika arah kebijakan dan tata kelola pendidikan kesehatan di Indonesia. Pada kesempatan ini forum guru besar kedokteran se-indonesia menyuarakannya dalam tajuk “Guru Besar Indonesia Berseru: Pernyataan Keprihatinan Para Guru Besar Fakultas Kedokteran Indonesia Terhadap Arah Kebijakan dan Tata Kelola Kesehatan Nasional”. Acara ini diselenggarakan secara bauran dengan dihadiri sebanyak 372 guru besar.

Setelah pernyataan sikap dari guru besar kedokteran, kegiatan ini dilanjutkan dengan diskusi kritis dari Suara Bulaksumur yang menyajikan tajuk “Kajian Yuridis Formal Dugaan Tindak Pidana”. Diskusi kritis ini turut menghadirkan tokoh ahli di bidangnya yaitu, Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M selaku dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM dan dimoderatori oleh Dr. dr. Darwito, S.H. Sp.B., Subsp.onk. (K) selaku dosen FK-KMK UGM pada Kamis, (12/06).

“Pada kesempatan ini guru besar sebagai tokoh yang independen menyuarakan keprihatinan atas pendidikan dokter di indonesia yang terkhususnya dalam mekanisme yuridis yang masih kurang memberikan perlindungan pada peserta didik”, kata Dr. dr. Darwito, S.H. Sp.B., Subsp.onk. (K).

Pada pemaparan materi selama 45 menit disajikan perspektif hukum secara mendalam terhadap kasus dugaan tindak pidana yang tengah menjadi sorotan publik khususnya dalam bidang pendidikan dokter. Pada diskusi ini isu yang dianggap berada pada krisis tata kelola pendidikan dokter yang tidak memberikan arah kebijakan sebagaimana mestinya. Dengan menitikberatkan pada aspek yuridis diskusi ini turut mengupas kondisi pendidikan dokter khususnya spesialis yang sarat atas tindakan pidana.

Akbar selaku pemateri yang ahli dalam hukum pidana menyampaikan bahwasanya, dalam ilmu hukum pidana aturan undang-undang diciptakan untuk membatasi kesewenang-wenangan dan memitigasi resiko. Pada perumpamaan kasus kontekstual pada pendidikan dokter spesialis, seharusnya yang menjadi perhatian bersama proses hukum harus dikawal dengan tidak hanya menitikberatkan pada opini publik (viralitas). Melainkan mekanisme proses hukumnya harus berpijak pada pemenuhan unsur-unsur yang diatur dalam Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang lainya.

“Pada kasus kontekstual di pendidikan dokter terjadi sebuah bully, ini perlu digali lebih lanjut dengan menyajika alat bukti, saksi, dan prosedur penyidikan yang sesuai dengan hukum pidana”, kata Akbar.

Lebih lanjut, dalam kegiatan ini turut memberikan sorotan terkait dengan mekamenyoroti potensi persoalan prosedural dalam penanganan perkara, seperti keabsahan alat bukti, proses penyelidikan dan penyidikan, serta kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi tersangka. Diskusi kritis ini menunjukkan bahwa, penyimpangan prosedural dapat berdampak pada batalnya suatu proses hukum secara formil. Tak hanya itu, pembahasan dalam Suara Bulaksumur turut menyinggung perlunya profesionalitas aparat penegak hukum, terutama dalam menjaga objektivitas serta menghindari intervensi dari pihak-pihak eksternal yang dapat mencederai asas keadilan.

Kegiatan ini turut mendukung SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, SDG 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, dikarenakan turut mendukung adanya reformasi pada kebutuhan peraturan perundang-undang terkait tata kelola dunia pendidikan kedokteran di Indonesia. (Reporter/ Tedy).