Studi Kasus Inovasi Pengembangan Knowledge Management di Perguruan Tinggi

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM  bersama dengan Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM kembali menggelar Forum Knowledge Management Kesehatan Seri ke-16 dengan topik “Studi Kasus Inovasi Pengembangan Knowledge Management di Perguruan Tinggi”. Webinar yang diselenggarakan melalui platform Zoom dan Live Streaming YouTube pada Senin (20/07) ini menghadirkan pembicara, Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut., MSI., Ketua Pusat Inovasi dan Kajian Akademik UGM. Webinar ini mendiskusikan pengembangan berbagai sistem penyebarluasan ilmu pengetahuan yang dapat diadopsi untuk pengembangan Knowledge Management.

Mengawali bahasan mengenai Knowledge Management dimana saat ini penelitian-penelitian sudah mulai banyak mendapatkan perhatian termasuk dalam hal anggaran. Namun, ketika penelitian sudah mendapatkan atau memperoleh new knowledge, maka pertanyaan besar adalah bagaimana mendiseminasikan new knowledge tersebut. Selama ini penyebaran ilmu kepada individu/ lembaga yang membutuhkan dilakukan melalui publikasi dalam jurnal. ‘Apakah penyebaran melalui jurnal sudah efektif?’ Sebagai bangsa, perlu berpikir ulang bagaimana diseminasi ilmu terjadi. Selain jurnal, terdapat alat/ sarana penyebaran ilmu, sehingga perlu melihat lembaga-lembaga yang menjadi sumber keilmuan, salah satunya institusi pendidikan yaitu perguruan tinggi.

“Webinar kali ini mendengarkan pengalaman Dr. Hatma yang sudah bertahun-tahun mengembangkan suatu cara penyebarluasan ilmu pengetahuan melalui platform Menara Ilmu. Selain itu juga pengalaman, mengembangkan UGM Talks yang ringan tetapi tetap memiliki panduan ilmiah. Ini semua merupakan bagian proses inovatif penyebaran ilmu”, ungkap fasilitator webinar, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan sekaligus Ketua Board PKMK FK-KMK UGM.

Dalam diskusi yang menarik ini, Dr. Hatma bercerita mengenai pengembangan ekosistem pendidikan inovatif melalui Knowledge Management yang dilakukan UGM. Apabila melihat dari informasi dan dorongan mengenai keterampilan-keterampilan abad 21 dan masa depan, berbagai referensi menunjukkan bahwa terdapat 3 pilar utama yang dibutuhkan yaitu learning & innovation skills, information media & ICT literacy, dan life & career skills, dengan masing-masing pilar ini memiliki subskala yang lebih terperinci dan detail. Literasi lain juga menunjukkan ada tiga literasi utama yang dibutuhkan yaitu data literacy, teknology literacy, dan human literacy. “Pilar-pilar tersebut menjadi sebuah PR besar untuk perguruan tinggi mengintegrasikan ke dalam kurikulum baik dalam bentuk mata kuliah atau desain sebagai mata kuliah tersendiri, yaitu mengenai mata kuliah keterampilan abad 21 dan masa depan”, jelas Dr. Hatma.

Menurutnya, perguruan tinggi perlu memahami bagaimana mahasiswanya. Dimana mahasiswa saat ini lebih menyukai hal-hal yang berbau visual. Berdasarkan peta penggunaan internet dan beberapa aplikasi, mayoritas pengguna adalah generasi muda. Generasi muda cukup familiar dengan konten-konten yang ada di YouTube, maka bagaimana memanfaatkan media ini dan sebagai dosen/lembaga pendidikan mampu menyajikan konten-konten kreatif yang dapat diunggah di berbagai macam media. “Mayoritas pencarian YouTube digunakan untuk entertainment, dimana sebetulnya dapat dimanfaatkan lebih dan ada potensi untuk mendiseminasikan informasi/ ilmu pengetahuan”, ungkap Dr. Hatma.

Dalam membangun ekosistem pendidikan inovatif di UGM, dikelompokkan menjadi empat pilar utama, yaitu pertama, mengelompokkan pemanfaatan sumber belajar internal seperti sumber belajar yang dihasilkan oleh masing-masing dosen, seperti modul, buku, video pembelajaran dan lainnya. Juga pemanfaatan sumber belajar eksternal, ada banyak channel yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan diversitas jenis informasi dan pengetahuan yang dapat diperoleh mahasiswa. Kedua, meningkatkan kompetensi abad 21 (learning skills, literacy skills, dan life skills). Ketiga, kampus tidah hanya bersifat eksklusif dimana pengetahuan dan informasi hanya boleh diketahui oleh individu yang teregister atau bekerjasama dengan UGM. Mestinya pengetahuan yang ada di UGM dapat bersifat inklusif dapat dimanfaatkan dan diketahui masyarakat luas maka harapannya dapat menjadi suatu model mendorong pembelajaran sepanjang hayat, melalui Knowledge Management MOOCs, Kanal Pengetahuan, Menara Ilmu, dan UGM Channel. Keempat, menghasilkan pengetahuan, teknologi, dan inovasi, dilakukan dengan banyak cara termasuk juga kurikulum yang fleksibel.

Hal ini penting karena isu tranformasi digital ada dalam semua bidang. Kebutuhan emerging skills menjadi suatu hal yang tak dapat dielakkan lagi. Selain itu juga kebutuhan literasi teknologi dan literasi data. “Menjadi suatu tonggak penting bagi kita untuk sama-sama berkembang. Apa yang kita miliki sudah saatnya kita share dengan cara dan saluran yang baik”, ungkap Dr. Hatma pada akhir paparannya.

Diskusi yang aktif diikuti oleh banyak peserta dari rumah sakit, dinas kesehatan, dan institusi pendidikan ini digelar salah satunya juga untuk memperoleh informasi atau masukan bagaimana pengembangan Knowledge Management. (Vania Elysia/Reporter)

Berita Terbaru