Studi Banding FK UNS untuk Pendidikan Interprofesional

FK-KMK UGM. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Dr. dr. Reviono, Sp.P(K)., beserta jajarannya melakukan studi banding secara daring untuk diskusi lebih lanjut mengenai program Community and Family Health Care – Interprofessional Education (CFHC-IPE) di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Selasa (29/6).

“Pendidikan Kedokteran di FK-KMK UGM merupakan pusatnya bahkan menjadi saudara tua kami, sehingga harus banyak belajar dari sini,” ungkap Prof. Reviono.

Saat memberikan sambutan, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FK-KMK UGM mengungkapkan bahwa fakultas memiliki program interprofessional education yang bersifat wajib dan longitudinal, namun ada juga yang bersifat tidak mandatory dan tidak longitudinal. Seperti halnya program elective yang dilakukan dalam periode pendek seperti Summer Course, Winter Course, maupun KKN. Kegiatan tersebut juga merupakan ragam bentuk IPE yang dimiliki FK-KMK UGM.

Menurut penuturan Prof. Gandes, program CFHC-IPE FK-KMK UGM dimulai sejak tahun 2013 yang dicetuskan oleh Dekan, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., SpOG(K). Dalam program CFHC-IPE ini mahasiswa dikelompokkan dalam tim dari 3 program studi Sarjana yakni Kedokteran, Keperawatan, dan Gizi Kesehatan. “Pada tahun kedua mereka akan mendampingi 1 keluarga. Sedangkan untuk tahun ketiga, mereka mendampingi keluarga prioritas dari kelompok pertama sebelumnya”, ungkapnya.

Pada tahun 2014, karena ini kegiatan berbasis masyaraakt, maka fakultas mulai menggandeng Dinas Kesehatan maupun Pemerintah Kabupaten setempat. “Semula (tahun 2013) mahasiswa hanya mendampingi 3 keluarga mitra pada tahun pertama dan kedua. Sedangkan tahun 2014 atau tahun ketiga dan keempat, mahasiswa harus mendampingi dasawisma atau komunitas. Hal tersebut  terus berlangsung sampai dengan hari ini,” terang Prof. Gandes.

Namun, Prof. Gandes juga tidak menafikkan bahwa dalam masa pandemi Covid-19 ini program CFHC-IPE juga harus beradaptasi dengan menggunakan program daring. “Sejak 15 Maret 2020, kami melakukan respon cepat terhadap kondisi pandemi Covid-19 ini, sehingga semua pembelajaran yang sebagian besar dilakukan di lapangan, maka sejak pandemi semua kegiatan dikonversi menjadi daring, “imbuhnya.

Program “Cepat tanggap Covid, menyapa keluarga mitra”, disebut Prof. Gandes menjadi program CFHC-IPE yang diselenggarakan secara virtual mulai dari pelaksanaan, pendampingan maupun pemantauannya. “Program ini kami modifikasi agar dampaknya juga jelas bagi masyarakat,” tegasnya.

Secara umum, CFHC-IPE reguler merupakan program wajib bagi mahasiswa program studi Sarjana Kedokteran, Keperawatan, maupun Gizi Kesehatan di FK-KMK UGM. Pada tahun pertama, mahasiswa diharapkan bisa memahami budaya lokal, kerjasama tim, dan memahami keluarga mitranya. Untuk tahun kedua, mahasiswa fokus pada kesehatan keluarga yakni bagaimana mendampingi keluarga mitra untuk mempelajari hal-hal yang terkait dengan kesehatan keluarga dampingan. Tahun ketiga, karena mahasiswa sudah menangani dasawisma maka kesehatan komunitas sudah menjadi prioritasnya. Sehingga pada tahun ini mahasiswa belajar untuk mendapatkan gambaran komunitas itu seperti apa dengan segala kompleksitasnya. Dan untuk tahun keempat, mahasiswa fokus pada kegawatdaruratan dan kesiapsiagaan bencana, yakni bagaimana keluarga mitra disiapkan untuk menghadapi bencana.

“Karena pada dasarnya Yogyakarta itu memiliki risiko tinggi terhadap bencana alam. Jadi sebelum pandemi Covid-19 ini mereka sebenarnya sudah mempersiapkan keluarganya untuk bersiap jika sewaktu-waktu terjadi bencana,” imbuh Prof. Gandes.

Prof. Gandes juga menambahkan bahwa pembelajaran selama 4 tahun di masyarakat tersebut diharapkan mampu memberikan bekal kepada mahasiswa mengenai nilai etika, peran dan tanggung jawab, komunikasi, maupun kerjasama tim yang diajarkan dalam satu kesatuan kegiatan CFHC-IPE.

Pada kesempatan ini Ketua CFHC-IPE FK-KMK UGM, dr. Widyandana juga menambahkan bahwa program tersebut memiliki beberapa manfaat. Pertama, mahasiswa mampu menghargai profesi dan pendapat orang lain. Kedua, mahasiswa merasa pentingnya memahami tanggung jawab masing-masing profesi dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga mitra. Ketiga, mahasiswa merasa lebih mudah menjalin komunikasi yang lebih efektif baik antarprofesi dan ke masyarakat. Dan keempat, mahasiswa mampu mengetahui peran dan praktik kelompok yang efektif dalam mendampingi keluarga mitra. (Wiwin/IRO)