FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (FK UGJ) mengadakan kunjungan studi banding ke Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) di Ruang Studio DPKB, Gedung Radioputro Lantai 6 FK-KMK UGM pada Rabu (8/1). Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat hubungan antarinstitusi sekaligus memperkuat tata kelola pendidikan kedokteran melalui pembelajaran dari UGM yang telah memiliki sistem yang lebih mapan.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan dekanat FK-KMK UGM, termasuk dr. Yoyo Suhoyo, M.Med.Ed., Ph.D., yang menyampaikan harapan agar hubungan antara kedua institusi dapat berkembang menjadi kerja sama yang lebih luas di masa depan.
“Melihat dari sudut pandang pihak lain dapat memperkuat antisipasi terhadap berbagai tantangan institusi, khususnya dalam mewujudkan pendidikan kedokteran yang berkualitas,” ungkapnya.
Diskusi utama dalam pertemuan ini membahas pentingnya sinkronisasi antara panduan akademik, pelaksanaan teknis, dan regulasi di rumah sakit tempat pendidikan klinis berlangsung.
dr. Wika Hartanti, MIH., Sekretaris Komisi Perilaku Profesional (KPP) FK-KMK UGM, menjelaskan bahwa sinkronisasi ini sangat krusial untuk mencegah tumpang tindih tanggung jawab antara fakultas dan rumah sakit.
“Kami menyadari bahwa subjek pendidikan, seperti residen atau koas, sering kali berada di bawah tanggung jawab fakultas dan universitas, tetapi juga harus mengikuti regulasi rumah sakit. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk terus menyinkronkan komitmen antara fakultas dan rumah sakit,” paparnya.
Topik lain yang menjadi sorotan adalah penanganan kasus perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D., Ketua KPP FK-KMK UGM, menjelaskan bahwa sejak 2020, UGM telah memiliki aturan spesifik terkait penanganan kekerasan seksual, bahkan sebelum UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diresmikan.
“Semenjak UU TPKS diterbitkan, peraturan rektor harus mencantumkan sinkronisasi dengan UU tersebut. Setiap universitas yang memiliki afiliasi dengan UGM wajib menangani kasus tersebut melalui satgas khusus,” ujarnya.
Delegasi FK UGJ yang dipimpin oleh Dr. dr. H. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed., Dekan Fakultas Kedokteran UGJ, mengapresiasi inisiatif dan sistem yang telah berjalan di UGM. Pihaknya mengakui bahwa FK UGJ masih dalam tahap membentuk tim khusus untuk menangani kasus-kasus serupa.
“Kami sedang berupaya membangun sistem ini, tetapi saat ini belum ada indikator khusus untuk menentukan tingkat berat masalah, sehingga kami berharap dapat belajar dari UGM, terutama terkait pengukuran kasus ringan, sedang, dan berat,” ungkap dr. Catur.
Selain itu, FK UGJ juga mengungkapkan tantangan yang sering dihadapi, seperti kasus yang sulit diverifikasi karena kurangnya bukti atau korban yang enggan melapor karena khawatir akan berdampak pada nilai akademik mereka.
“Kami berharap bisa memiliki aturan dan pedoman yang lebih lengkap sebagai rujukan, sehingga jika terjadi masalah, kami tidak perlu khawatir tentang ketidaksiapan regulasi,” tambahnya.
Studi banding ini diisi dengan diskusi interaktif antara kedua institusi, yang mencakup strategi untuk menciptakan lingkungan pendidikan klinis yang bermartabat serta langkah-langkah untuk mendorong pelaporan kasus secara transparan. Harapannya, kerja sama ini dapat menjadi pijakan awal untuk memperkuat pendidikan kedokteran di Indonesia.
Hal ini senada dengan sebagai komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera (SDG 3), Pendidikan Berkualitas (SDG 4), Industri, Inovasi, dan Infrastruktur (SDG 9), Berkurangnya Kesenjangan (SDG 10), serta Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan (SDG 17). (Isroq Adi Subakti/Reporter).