Sesi Kolaboratif Bank Dunia dan WHO Bahas Strategi Perlindungan Finansial dalam Sistem Kesehatan Negara Berkembang

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) mendukung keterlibatan dalam diskusi global melalui partisipasi dalam sesi bersama yang diselenggarakan oleh World Bank dan World Health Organization (WHO) pada Juni 2025. Sesi ini bertujuan untuk memperkuat pendekatan sistem kesehatan dalam menangani perlindungan finansial, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kegiatan ini dihadiri oleh akademisi, peneliti, serta pengambil kebijakan dari berbagai negara.

Dalam sesi bertajuk Improving healthcare-related financial protection in low- and middle-income countries: a rapid evidence assessment, Sophie Witter dari Queen Margaret University dan anggota konsorsium ReBUILD for Resilience membuka diskusi dengan memaparkan hasil kajiannya terhadap 25 tahun literatur (1999–2024), mencakup 214 studi dari 40 negara. Fokusnya adalah untuk mengidentifikasi intervensi yang benar-benar efektif dalam melindungi masyarakat dari beban biaya kesehatan yang besar dan seringkali melumpuhkan.

Penelitian ini tidak hanya menyoroti efektivitas intervensi seperti asuransi kesehatan, tetapi juga mengkaji alasan di balik keberhasilan maupun kegagalan pendekatan tertentu, termasuk keterlibatan faktor sosial penentu kesehatan. Sophie juga menggarisbawahi bahwa indikator yang umum digunakan, seperti pengeluaran langsung (out-of-pocket), masih jarang dianalisis secara mendalam terhadap dampaknya pada keadilan sosial. Ia menekankan pentingnya mengubah data teknis menjadi narasi yang membumi agar lebih mudah dipahami oleh pembuat kebijakan dan masyarakat luas.

Diskusi dilanjutkan dengan paparan A health system approach for addressing financial protection in policy dialogue oleh Gil Shapira (World Bank) dan Susan Sparkes (WHO). Mereka memperkenalkan kerangka kerja sistem kesehatan yang bertujuan mengidentifikasi akar penyebab lemahnya perlindungan finansial. Kerangka ini dikembangkan untuk menjembatani hasil monitoring dengan kebijakan yang solutif, berbasis pada pengalaman pengguna layanan kesehatan.

Pendekatan ini menempatkan individu sebagai pusat analisis: mulai dari bagaimana seseorang menyadari kebutuhan akan layanan kesehatan, hingga dampak finansial yang ditanggung rumah tangga akibat akses pelayanan tersebut. Proses ini dipetakan secara menyeluruh guna menemukan titik-titik strategis untuk intervensi yang efektif dan terintegrasi.

Susan Sparkes menekankan bahwa solusi kebijakan tidak terbatas pada sektor pembiayaan. Berbagai policy levers seperti pengaturan harga obat, pajak impor, subsidi, hingga pemberdayaan komunitas dapat menjadi bagian dari solusi yang komprehensif. Ia menutup presentasinya dengan ajakan untuk melihat perlindungan finansial sebagai bagian dari sistem yang memahami konteks, bersifat adaptif, dan berfokus pada manusia.

Sesi ini memberikan pandangan baru bahwa perlindungan finansial dalam kesehatan tidak bisa disederhanakan menjadi formula teknis semata. Diperlukan sistem kesehatan yang responsif, berbasis bukti, serta melibatkan berbagai aktor dan pendekatan intersektoral.

Diskusi ini sejalan dengan komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, dengan mendorong kebijakan kesehatan yang inklusif dan berkeadilan. Selain itu, sesi ini mencerminkan semangat SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan melalui kolaborasi antara institusi global seperti WHO dan Bank Dunia, serta memperkuat SDG 4: Pendidikan Berkualitas melalui diseminasi pengetahuan berbasis bukti yang dapat memperkaya pengambilan kebijakan di tingkat nasional dan global. (Kontributor: Ratri Mahanani, SE).