Seminar Rabuan kali ini menghadirkan narasumber terkemuka, Adj. Assoc. Prof. Ooi Peng Lim Steven, MBBS, MSc, MPH, FAMS, yang merupakan Adj Associate Professor di NUS Saw Swee Hock School of Public Health. Acara ini dimoderatori oleh Bayu Satria Wiratama, PhD, FRSPH, yang merupakan dosen di Departemen Biostatistika, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi.
Kegiatan seminar dilaksanakan secara daring dan diikuti oleh lebih dari 80 peserta, dengan tema “Advancing Learning and Research on Field Epidemiology Investigation into Urban Health Emergencies”.
Sebagai negara kecil yang sangat aktif, Singapura menghadapi risiko signifikan dari penyakit yang muncul. Seminar ini mengeksplorasi wabah masa lalu di Singapura, evolusi strategi manajemen wabah, serta tantangan dan pelajaran yang dipetik dalam praktik epidemiologi perkotaan.
Wabah sejarah di Singapura meliputi beberapa kejadian penting seperti wabah virus Nipah pada tahun 1999, myocarditis fatal yang disebabkan oleh Enterovirus A71 (EV-A71) pada tahun 2000, serta wabah SARS pada tahun 2003 yang menunjukkan kurangnya fasilitas karantina dan menyebabkan isolasi di rumah. Selain itu, terdapat wabah fusariosis pada tahun 2006, wabah Chikungunya pada tahun 2008 yang awalnya menyebar dari Afrika ke India, kemudian ke Asia Tenggara dengan dua gelombang yang berbeda, wabah vibriosis pada tahun 2009, penyakit yang ditularkan melalui makanan, wabah microsporidiosis pada tahun 2012, dan wabah Zika pada tahun 2016.
Evolusi pembelajaran dan penelitian dalam epidemiologi menunjukkan perubahan signifikan dari dekade ke dekade. Pada tahun 1980-an hingga 1990-an, muncul kebutuhan akan epidemiolog sebagai respon terhadap penyakit seperti HIV, Ebola, dan Nipah. Pada tahun 2000-an, kompleksitas meningkat dengan wabah SARS, H5N1, dan H1N1, menyoroti pentingnya kolaborasi. Pada tahun 2010-an, penyakit seperti MERS, Zika, dan penyakit menular baru lainnya memerlukan kustomisasi respons terhadap skenario yang lebih rumit. Sedangkan pada tahun 2020-an, COVID-19, Mpox, dan penyakit X memperlihatkan eskalasi menjadi kondisi yang kacau, memerlukan peningkatan keterampilan untuk bertahan.
Tren fragmentasi global pada keadaan darurat kesehatan di perkotaan mencakup fragmentasi di antara para pemangku kepentingan dan pengaruh politik serta ketidakpercayaan di media sosial. Manajemen wabah harus mengikuti ABCs: Assess the Situation dengan mengajukan pertanyaan kunci seperti siapa, di mana, dan kapan, serta mengidentifikasi ancaman potensial dari pelancong, air, impor makanan, industri lokal dan tetangga, serta paparan bahan kimia dan penyakit menular baru. Kemudian, Break the Transmission dengan mengidentifikasi sumber, memutus rantai penularan, dan mengatasi reservoir yang dicurigai. Terakhir, Communicate the Risks dengan strategi komunikasi yang tidak bertujuan untuk nol ketakutan, mengakui ketidakpastian, berhati-hati dengan perbandingan risiko, memberi tahu publik tentang tindakan yang diambil, membangun dan mempertahankan kepercayaan, menangkal rumor, bersikap terbuka dan jujur, mengakui bahaya dan kontekstualisasi isu, mendorong dialog, mengoordinasikan semua suara otoritatif, menunjukkan tindakan dan kemajuan, serta memberdayakan masyarakat untuk membantu diri sendiri.
Pelajaran sulit dalam praktik epidemiologi perkotaan mencakup keseimbangan antara keadilan dan kesetaraan, kecepatan respon versus incrementalisme, prinsip kehati-hatian dalam menyeimbangkan trade-off seperti langkah-langkah perbatasan dan pemakaian masker, serta mendefinisikan normal baru yang ideal. Selain itu, tanggap darurat melibatkan penelusuran kontak mendesak, mengelola ketakutan, menangani sikap yang berbeda terhadap aturan dan manajemen keamanan, mempertimbangkan ketidakamanan lain selama pandemi, serta mempertahankan upaya meskipun ada kelelahan dan kerentanan masyarakat.
Pembuatan petugas intelijen epidemi berfokus pada pembangunan kapasitas, pengembangan keterampilan, dan pembimbingan untuk petugas muda. Prinsip dan praktik epidemiologi serta kesehatan masyarakat harus diterapkan dalam alur kerja Data to Insight, yang mencakup pemahaman tentang siapa, di mana, dan kapan untuk mengumpulkan data, kontekstualisasi informasi, memahami penyebab untuk memperoleh pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk mendapatkan wawasan.
Strategi dan wawasan ini menjadi dasar bagi manajemen wabah yang efektif dan respons kesehatan masyarakat di lingkungan perkotaan seperti Singapura. Kegiatan seminar rabuan dan bahasan di dalamnya ini merupakan salah satu upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) terutama SDGs nomor 3 tentang Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, SDGs nomor 4 tentang Pendidikan Berkualitas, SDGs nomor 11 tentang Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan, dan SDGs nomor 6 tentang Air Bersih dan Sanitasi Layak (Kontributor dan Foto: Nanda Melania D. dari Departemen BEPH, Editor: Humas FK-KMK. Artikel ini telah diunggah di Website Departemen BEPH FK-KMK UGM)