Sejahtera dan Sehat: Menangani Tantangan Manajemen Sisa Makanan di Rumah Sakit

SDGs 12: Responsible consumption and production| SDGs 3: Good health and well-being

Rumah sakit sebagai institusi penyelenggara makanan memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pemenuhan kebutuhan zat gizi pasien guna mendukung proses penyembuhan melalui asupan makanan. Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi permasalahan terkait tingginya jumlah sisa makanan yang dihasilkan oleh rumah sakit. Fenomena ini membawa dampak negatif tidak hanya dari segi efisiensi anggaran, tetapi juga pada pemenuhan kebutuhan zat gizi pasien yang tidak optimal, serta memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.

Berbagai faktor dapat menjadi pemicu tingginya sisa makanan di rumah sakit. Faktor-faktor tersebut mencakup penurunan nafsu makan pasien, kondisi yang mengharuskan pasien berpuasa, ketidaksukaan terhadap makanan yang disajikan, kurangnya motivasi dan dukungan lingkungan bagi pasien untuk menghabiskan makanannya, serta masalah fisiologis seperti mual dan ketidaknyamanan pada organ pencernaan (Sanson et al., 2018).

Penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit yang memproduksi 6640 porsi makanan per minggu dapat menghasilkan sisa makanan hingga 24 ton (Alshqaqeep, 2017). Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian R. Dwi Budiningsari Ph.D, dosen Departemen Gizi Kesehatan FK-KMK UGM, yang mengamati sisa makanan pada pasien di sebuah rumah sakit di Yogyakarta. Dalam webinar “Institutional Food Service Management” pada 16 Januari 2024, Budiningsari menyampaikan bahwa kepuasan pasien terhadap diet di rumah sakit dinilai cukup baik, tetapi masih ditemukan pasien yang hanya menghabiskan makanannya sebanyak 50% dan 25%.

Pertanyaan muncul: Apakah mungkin mengurangi produksi sampah makanan dari institusi penyelenggara makanan rumah sakit? Bagaimana caranya untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan terkait konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab?

Dalam webinar yang sama, Marina Hardiyanti, M.Sc, dosen Departemen Gizi Kesehatan, memberikan beberapa alternatif solusi untuk mengurangi sampah makanan pada penyelenggaraan makanan di institusi, antara lain, pertama Modifikasi Siklus Menu dan Pengembangan Resep: Ahli gizi di rumah sakit dapat mengadaptasi siklus menu, mengembangkan resep, dan inovasi menu sesuai dengan kesukaan dan preferensi makanan pasien. Kedua, Dukungan pada Pasien yang Terkendala: Ahli gizi dapat membantu mendorong caregiver untuk mendukung dan memotivasi pasien saat makan, terutama ketika pasien menghadapi kendala.

Ketiga, Rekomendasi Diet yang Cermat: Ahli gizi perlu memberikan rekomendasi diet dengan cermat, terutama dalam menyesuaikan kombinasi hidangan dan tekstur makanan. Keempat, Manfaatkan Sisa Makanan: Rumah sakit dapat menggunakan sisa makanan sebagai sumber energi melalui pengolahan yang tepat. Kelima, Pemanfaatan Sisa Makanan sebagai Kompos: Sisa makanan dapat digunakan sebagai kompos untuk memproduksi tanaman pangan, seperti sayur-sayuran, yang hasilnya dapat digunakan oleh rumah sakit sendiri. Dan keenam, Kerjasama Interprofesional: Melalui pendekatan interprofesional bersama dengan dokter dan perawat, ahli gizi dapat bekerjasama untuk membantu pasien meningkatkan asupan makanan.

Manajemen sisa makanan tetap menjadi tantangan, namun alternatif solusi ini dapat diupayakan untuk mengurangi produksi sampah makanan di rumah sakit. Kesadaran dan kerjasama antara rumah sakit sebagai produsen dan pasien sebagai konsumen memegang peran kunci dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama pada SDGs nomor 12 dan nomor 3, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab serta memastikan kehidupan yang sehat dan sejahtera. (Kontributor: Marina/Departemen Gizi Kesehatan. Sumber foto: freepik.com)