Sehat Mata Saat Harus Stay at Home

FK-KMK UGM. Hampir seluruh kegiatan masyarakat dilakukan secara daring di masa pandemi Covid-19 ini. Aktivitas sekolah, kantor dan beberapa kegiatan pertemuan ataupun rapat lebih banyak dihabiskan di depan layar gadget ataupun komputer. Staf Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM/RSUP Dr. Sardjito, dr. Firman Setya Wardhana, SpM(K)., MKes mengingatkan agar masyarakat waspada terhadap gejala Computer Vision Syndrome (CVS).

“CVS merupakan sekumpulan gejala terkait mata dan penglihatan akibat penggunaan komputer. Gejala tersebut di antaranya adalah mata kering, penglihatan buram, mata merah, iritasi mata, penglihatan ganda, nyeri kepala, hingga nyeri leher,” paparnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Kamis (9/10).

Dirinya juga menambahkan jika CVS disebabkan oleh beberapa hal. Seperti kurangnya frekuensi berkedip, terlalu lama bekerja di depan komputer tanpa istirahat (>2jam), jarak monitor dan mata ayng tidak sesuai, kecerahan monitor berlebihan, posisi duduk tidak tepat, sudut antara mata dan permukaan monitor tidak tepat, serta kurangnya pencahayaan ruangan menjadi deretan penyebab CVS.

Namun, dr. Firman menambahkan jika hal tersebut bisa dicegah melalui beberapa upaya. Pertama, berkedip saat di depan komputer setidaknya 5-7 kali per menit. Kedua, gunakan tetes mata buatan atau pelembab mata bila terasa kering. Ketiga, ikuti aturan 20-20-2. Keempat gunakan ukuran kacamata yang tepat. Kelima, mengatur kecerahan dan kontras monitor. Keenam, kurangi silau/glaire pada monitor dengan mengatur posisi monitor/lokasi kerja dan gunakan filter monitor anti glaire. Ketujuh, atur posisi di depan komputer. Kedelapan, selingi dengan istirahat dan peregangan saat harus bekerja di depan komputer.

Data dari The International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) tahun 2020 menyebutkan bahwa tidak kurang dari 180 juta penduduk dunia menderita gangguan penglihatan sedang dan berat, 40-45 juta menderita kebutaan dan sepertiga berada di Asia Tenggara.

 “Tren prevalensi Miopia dan High Myopia terus naik. Hal ini menjadi tantangan baru bagi dunia kesehatan. Bahkan, Indonesia sebagai Negara Berpenghasilan Menengah Rendah masih menduduki peringkat 3 angka Kebutaan Dunia, dengan anggaran belanja kesehatan yang relatif rendah dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Hal tersebut diperburuk dengan aspek perilaku Masyarakat Indonesia saat 60% penderita keluhan Mata tidak mencari Pengobatan, 6,7% mengobati sendiri, 5,4% berobat ke RS,  2,8% berobat ke Puskesmas,” papar Guru Besar Kesehatan Mata FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Prof. dr. Suhardjo, SU., SpM(K).

Acara webinar yang berlangsung selama kurang lebih 90 menit ini untuk memperingati hari penglihatan sedunia (world sight day) yang jatuh pada tanggal 8 Oktober, dengan tema Hope in Sight. Selamat hari penglihatan sedunia. (Wiwin/IRO; Foto: dok.panitia)

Berita Terbaru