FK-KMK UGM. dr. Antonia Morita Iswari Saktiawati., Ph.D dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-KMK UGM tidak pernah menyangka akan memiliki karir di bidang riset dan penelitian. Semasa sekolah, dr. Morita justru lebih senang mengikuti lomba yang berhubungan dengan kesenian, seperti menggambar. Selain suka menggambar, dr. Morita kecil memiliki ketertarikan membaca biografi ilmuwan dunia dan buku tentang detektif. “Mungkin inilah awal ketertarikan saya di dunia riset. Jadinya saya suka menyelidiki sesuatu. Tapi momentum yang membuat saya menikmati pekerjaan di dunia penelitian adalah saat selesai S1,” jelas dr. Morita.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1, dr. Morita menjadi asisten penelitian di Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM. “Momen ini yang menjadi awal rasa suka saya pada riset itu tiba-tiba langsung naik,” tambahnya. dr. Morita mengaku, karena sudah menjadi passion, maka dirinya menjalani penelitian dengan perasaan bahagia dan penuh semangat.
dr. Morita menjelaskan bahwa dirinya dulu berpikir bahwa penelitian itu membosankan. “Ini karena belum terjun langsung,” tambahnya. Setelah mencobanya sendiri, dr. Morita merasa bahwa melakukan penelitian rasanya sangat exciting. “Memecahkan misteri, menggabungkan bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh itu menyenangkan,” ungkap dr. Morita.
Karir sebagai peneliti terus berlanjut hingga dr. Morita menyelesaikan pendidikan S3. Tak heran jika pada 26-30 Juli 2023 kemarin dirinya terpilih sebagai salah satu delegasi 72nd Lindau Nobel Laureate Meeting di Jerman. Selain ikut dalam diskusi, dr. Morita juga akan melakukan 2 presentasi yang berhubungan dengan fokus penelitiannya. “Di dalam 72nd Lindau Nobel Laureate Meeting ini, para delegasi diberi kesempatan untuk diskusi dengan para penerima nobel. Selain itu, ada sesi Next Generation Science yang di dalamnya terpilih beberapa ilmuwan muda untuk presentasi, salah satunya saya. Dalam sesi tersebut saya akan menyampaikan materi terkait Pengembangan Inovasi Diagnosis untuk Tuberkulosis,” jelas dr. Morita.
Menurut penjelasan dr.Morita, Lindau Nobel Laureate Meeting setiap tahunnya juga memilih satu negara sebagai partner event. Kebetulan, tahun ini Indonesia adalah negara yang terpilih. Sebagai partner event, Indonesia akan melaksanakan breakfast event yang isinya akan berbagi pengalaman saat menghadapi Covid-19. “Dalam breakfast event, akan ada 2 orang yang presentasi. Yang pertama adalah peneliti senior dari UNAIR yang memaparkan materi tentang vaksin merah putih. Satu lagi adalah saya yang akan bercerita mengenai Pengembangan Inovasi Diagnosa untuk Covid-19. Jadi, akan ada 2 presentasi yang saya lakukan,” terang dr. Morita.
Fokus penelitian yang dilakukan dr. Morita berhubungan dengan penyakit infeksi dan paru-paru, terutama tuberkulosis. Dalam salah satu penelitiannya, dr. Morita mengembangkan diagnosis dan terapi secara inhalasi. “Terapi biasanya diberikan dalam bentuk obat oral atau suntikan yang memiliki efek samping cukup besar. Dari situ saya berpikir, kalau bisa memberikan terapi secara inhalasi dengan dosis rendah, terapi akan lebih efektif, langsung mencapai target, dan memberikan efek samping yang kecil,” jelasnya.
Ada beberapa hal yang ingin disampaikan dr. Morita melalui keikutsertaannya dalam kegiatan semacam ini. Pertama, jika memiliki passion, apapun itu, harus dikejar walaupun dalam prosesnya akan menemui banyak tantangan. “Sesuatu yang dilakukan dengan passion akan membuat kita selalu merasa senang melakukannya,” tambah dr. Morita. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menanamkan ketertarikan terhadap ilmu pengetahuan sejak dini kepada anak. “Kalau anak-anak tidak pernah tahu ada profesi ilmuwan, mereka tidak akan punya keinginan untuk jadi ilmuwan. Oleh karena itu, pengenalan berbagai pengetahuan sejak dini penting dilakukan,” jelas dr. Morita.
Menjadi ilmuwan yang berintegritas juga penting bagi dr. Morita. Saat ini kita hidup di dalam era informasi yang penuh dengan hoaks. Tugas peneliti adalah meluruskan hal tersebut. Dalam proses meluruskan berita atau informasi yang tidak benar, dibutuhkan integritas yang tinggi. “Integritas sebagai peneliti penting karena tujuan kita melakukan riset adalah untuk meningkatkan derajat hidup orang banyak. Penelitian harus dilakukan dengan benar karena hasilnya akan diterapkan untuk banyak orang, jadi menghindari harm atau membahayakan orang lain,” ujar dr. Morita. Selain pengembangan di sisi SDM, pengembangan aspek lain yang penting adalah sistem riset. “Indonesia sebaiknya melakukan pengembangan sistem riset yang mendukung ilmuwan untuk bisa melakukan riset dengan baik. Hal ini bertujuan supaya ekosistem riset di Indonesia berkembang,” ungkap dr. Morita.
Dari kegiatan 72nd Lindau Nobel Laureate Meeting ini, dr. Morita berharap bisa belajar dari para penerima nobel untuk menjadi ilmuwan yang baik dan melakukan riset yang baik. “Saya juga punya keinginan untuk bisa membagikan apa yang saya dapatkan nanti kepada lebih banyak orang. Salah satu hal yang saya lakukan kemarin adalah menyebarluaskan form yang memungkinkan orang lain untuk mengirimkan pertanyaan yang ingin mereka tanyakan kepada para penerima nobel. Nanti hasilnya akan saya tulis dan saya sebarkan kembali supaya bisa dibaca lebih banyak orang,” ujar dr. Morita. (Nirwana/reporter)