Regulatory Sandbox Dukung Eliminasi Malaria

FK-KMK UGM. Tim Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat (FK-KMK) UGM merumuskan model tata kelola Regulatory Sandbox untuk mendukung eliminasi malaria. Regulatory Sandbox merupakan peraturan yang bisa diuji berdasarkan kondisi riil yang ada di masyarakat dengan lebih cepat dan tepat. Regulatory Sandbox menjadi upaya untuk menjembatani kebutuhan antara perkembangan industri kesehatan digital dengan kebutuhan regulator kesehatan.

Sebelumnya, tim peneliti telah mengembangkan model digital untuk pemantapan mutu eksternal (PME) diagnostik malaria yang telah mendapatkan pengakuan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Kebijakan program malaria mengharapkan agar 90% fasilitas pelayanan kesehatan mampu menerapkan Pemantapan Mutu Eksternal (PME). Kenyataannya, hanya 10% yang mampu. Adanya regulasi yang melibatkan berbagai pihak (termasuk pelaku teknologi seperti start up) dalam mendukung program eliminasi malaria, diharapkan dapat meningkatkan capaian PMEdan jaminan mutu dalam diagnostik malaria. Tata kelola yang baik di bidang telemedicine juga dapat mendukung target eliminasi malaria sepenuhnya di tahun 2030.

Menanggapi hal tersebut, tim peneliti tata kelola Malaria dari Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM, bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI, dan lembaga pendanaan dari Riset Inovatif-Produktif (RISPRO) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian keuangan menggelar seminar: “Opportunities and Challenges of Digital Health Regulatory Sandbox to Support Malaria Elimination”, Kamis (24/9) secara daring.

Ministry of Health Singapore, Praveen Raj Kumar, mengungkapkan pengalaman Singapura dalam menerapkan Regulatory Sandbox untuk melindungi keselamatan pengguna layanan telemedicine dari berbagai start up kesehatan.

“Melalui program yang dikenal dengan nama Lincensing Experimentation and Adaptation Program (LEAP), dregulasi tidak lagi bersifat reaksinoner tetapi antisipatif. Meskipun, undang-undang mengenai telemedicine baru akan diluncurkan pada tahun 2020. Akses konsumen terhadap layanan telemedicine yang berkualitas dijamin oleh pemerintah melalui terlisensinya beberapa startup telemedicine,” ungkapnya.

Lim Wei Mun, CEO Doctor Anywhere, salah satu startup yang sukses melewati program Regulatory Sandbox mengungkapkan manfaat program tersebut bagi perusahaan rintisan. Menurutnya, investormerasa lebih aman saat berinvestasikepada start-up. Saat memperluas bisnisnya ke luar Singapura, label terlisensi dalam program Regulatory Sandboxjuga memberikan nilai tambah.

Pengalaman penerapan regulatory sandboxuntuk teknologi finansial diuraikan oleh Maskum, advisor Inovasi Keuangan Digital diOtoritas Jasa Keuangan. Melalui pendekatan light touch and safe harbor, OJK berharap agarperkembangan teknologi tidak terestriksi oleh peraturan yang kaku.Perusahaan rintisan yang sukses menjalani program Regulatory Sandboxdi OJK semakin bertambah dengan berbagai kekhususan dalam bidangteknologi finansial.

Dari sudut pandang hukum, Rimawati, dosen dari Fakultas Hukum UGM mengemukakan pentingnya hukum progresif dalam mengantisipasi inovasi disruptif yang secara realitas hukum seringkali tidak sejalan dengan peraturan hukum (positif) yang sudah ada. Regulatory Sandbox, sebagai salah satu bentuk hukum progresif, dimungkinkan diterapkan di sektor Kesehatan sepanjang tidak mencederai kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan masyarakat. (Wiwin/IRO; Foto: dok.panitia)

Berita Terbaru