FK-KMK UGM. Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, KESEHATAN Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menggandeng tim multi disiplin ilmu, yang tergabung dalam tim peneliti e-malaria UGM, mengembangkan pemanfaatan teknologi digital untuk proses Pemantapan Mutu Eksternal (PME) baik melalui pemeriksaan ulang maupun tes panel untuk menjamin kualitas diagnosis malaria.
PME merupakan salah satu metode akurat untuk mendiagnosis malaria melalui pemeriksan mikroskopis. Kompetensi mengenai PME perlu diperkaya oleh tenaga mikroskopis di seluruh daerah endemis malaria. Namun hingga saat ini seluruh daerah masih menghadapi tantangan besar dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia, waktu, biaya, serta wilayah geografis yang sulit dijangkau.
Peneliti Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM, dr. E. Elsa Herdiana Murhandarwati, M.Kes, Ph.D., dalam momen peringatan hari Malaria Sedunia, Minggu (25/4) mengungkapkan bahwa, solusi teknologi seperti e-PME, e-surveilans, e-konsultasi, maupun e-learning malaria harus diberikan ruang dan didukung dengan tata kelola inovasi kesehatan digital yang kuat agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Oleh karenanya, tim peneliti e-malaria UGM bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan, Asosiasi Healthtech Indonesia, Dinas Kesehatan Provisnsi DIY, dan UNICEF dengan pembiayan RISPRO Tata Kelola LPDP mengembangkan regulatory sandbox sebagai tata kelola inovasi teknologi kesehatan.
“Regulatory Sandbox merupakan sebuah mekanisme pengujian terbatas pada suatu inovasi berdasarkan regulasi yang ada,” terang salah satu tim peneliti, Anis Fuad, DEA. Sedangkan anggota tim peneliti lain, Dr. Rimawati, SH., M.Hum., menyatakan bahwa saat ini sedang dilakukan ujicoba regulatory sandbox untuk melihat sejauh mana pengaruh sistem tersebut dalam setiap kluster yang ada, agar bisa mencapai luaran yang diharapkan.
Malaria merupakan penyakit infeksi menular yang disebarkan melalui gigitan nyamuk dan hingga kini masih menjadi permasalahan besar Indonesia, terutama pada kawasan timur. Tercatat sebanyak 250.644 keseluruhan kasus malaria di Indonesia pada Tahun 2019. Wilayah Papua, Papua Barat, NTT, dan Kalimantan Timur paling banyak menyumbang kasus malaria. Diperlukan upaya serius untuk mengeliminasi malaria di negeri ini, langkah dalam melakukan diagnosis, manajemen kasus, serta surveilans merupakan aspek strategis yang memerlukan perhatian penuh.
Tim peneliti e-malaria UGM berharap bahwa Regulatory Sandbox mampu menciptakan ekosistem kolaborasi yang baik antara pemerintah, program rintisan/start up, serta masyarakat untuk mendukung program pemeirntah dalam mencapai eliminasi malaria 2030. Bersama masyarakat menuju indionesia bebasa malaria. (Wiwin/IRO; Foto: dok. tim peneliti).