FK-KMK UGM. Di masa pandemi Covid-19 ini penyandang disabilitas merupakan kelompok rentan terpapar virus. Pertama, kurangnya informasi dan pemahaman. Kedua, mereka masih membutuhkan bantuan langsung dari orang lain dan aksesbilitas. Hal tersebut diungkapkan Menteri Sosial Indonesia, Dr. (H.C.) Ir. Tri Rismaharini, M.T., saat memberikan sambutan webinar “Vaksin untuk Disabilitas: Menyediakan Akses Inklusif untuk Semua”, Jumat (2/7) yang diselenggarakan oleh Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM.
“Karena mereka masih membutuhkan bantuan orang lain, kita harus bersama-sama untuk selalu memperhatikan dan mempedulikan kondisi mereka. Kemudian, penyandang disabilitas juga memiliki masalah dalam mengakses layanan kesehatan dan terapi, akses pekerjaan, pendapatan berkurang, keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan penurunan imunitas. Melihat semua itu, saya kemudian berkirim surat ke Kementerian Kesehatan RI perihal percepatan vaksin bagi penyandang disabilitas yang berjumlah sekitar 564.800 jiwa,” paparnya.
Mensos Risma juga menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan RI merespon permohonannya dengan sigap. “Kondisi ini tentunya kalau kita yang normal saja bisa mengalami kesulitan, maka bisa dibayangkan untuk saudara kita yang disabilitas tentunya kesulitan itu bisa 2 – 3 kali lipat. Inilah kenapa di masa pandemi ini lebih mencoba memperhatikan penyandang disabilitas,” tegasnya.
Selaras dengan apa yang diungkapkan Mensos Risma, Dekan FK-KMK UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., SpOG(K) juga menyatakan bahwa ada 2 hal utama yang membuat kelompok disabilitas rentan terpapar Covid-19. Pertama, karena kebutuhan mereka terhadap kehadiran orang lain baik itu dalam proses perawatan maupun pendampingan untuk mobilitas, menjadikan pemberlakuan jarak sosial cukup sulit untuk diwujudkan. Kedua, kurangnya akses informasi mengenai mitigasi infeksi dan keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan para penyandang disabilitas.
Melihat situasi tersebut, tentu menjadi sebuah keniscayaan jika para penyandang disabilitas menjadi salah satu kelompok prioritas pemberian vaksin, seperti yang sudah diwacanakan WHO. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bahkan telah menyambut baik kebijakan tersebut dengan menyelenggarakan kegiatan vaksinasi bagi para penyandang disabilitas. Pada tanggal 16-17 Juni 2021, Yogyakarta telah berhasil menyelenggarakan vaksinasi massal yang inklusif dan diikuti lebih dari tiga ratus penyandang disabilitas. Capaian ini sekaligus menjadikan Yogyakarta sebagai sentra pertama vaksin ramah disabilitas.
Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Dr. Agn Ari Dwipayana dalam hal ini menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan strategi untuk mempercepat vaksinasi bagi penyandang disabilitas di seluruh Indonesia. Menurutnya, presiden Jokowi fokus mempercepat program vaksinasi menjadi salah satu strategi untuk menciptakan kekebalan komunitas (herd immunity).
“Presiden telah menargetkan vaksinasi dalam sehari sebanyak 1 juta per hari di bulan Juli dan Agustus 2 juta dosis per hari dengan target bulanan,” tegasnya.
Target ini penting untuk dilakukan karena untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2021 untuk vaksinasi dosis pertama sebanyak 29.279.142 orang dan dosis kedua 13.465.499 orang.
“Angka tersebut masih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 182 juta jiwa yang harus divaksin. Sehingga vaksinasi perlu untuk digenjot terus melalui tiga jalur vaksinasi yakni: Jalur vaksinasi massal dari pemeritah pusat (serbuan vaksin TNI dan Polri); Jalur vaksinasi daerah, dialksanakan oleh unsur pemerintah daerah; dan Jalur gotong royong yang dislenggarakan oleh badan usaha (perusahaan), dengan salah satu prioritas untuk penyandang disabilitas,” papar Dr. Agn Ari Dwipayana.
Seminar yang digelar secara daring ini secara umum memiliki dua harapan utama. Pertama, menjadi sarana berbagi pengalaman dan pengayaan perspektif antara pemerintah pusat, pemangku kepentingan daerah, hingga komunitas terkait program vaksinasi yang inklusif. Kedua, mendorong berbagai daerah untuk bersama-sama memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan vaksin untuk disabilitas (Wiwin/IRO).