Prinsip Etika Biomedis dalam Pengambilan Keputusan Klinis

FK-KMK UGM. Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) FK-KMK UGM kembali melaksanakan Raboan Research and Perspective Sharing dengan topik Perspectives on Breaking Bad News: Ethical Considerations for Healthcare Providers pada Rabu 11/10 melalui zoom meeting. Dr. dr. Sintak Gunawan, M.A dari Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya menjadi narasumber dalam Raboan kali ini.

Menurut dr. Sintak, kedokteran harus memiliki tingkat akurasi atau kepastian yang tinggi dengan derajat kesalahan minimal dalam melakukan diagnosis. Namun, di dalam prakteknya selalu ada tantangan yang berasal dari sisi penyakit maupun dari pasien itu sendiri.

Relasi antara dokter dan pasien dalam kedokteran memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan hubungan antar manusia pada profesi yang lain. “Hubungan antara dokter dan pasien bersifat khusus dan memiliki aspek moral,” tambahnya.

Tantangan paling besar menurut dr. Sintak berasal dari dalam sisi kedokteran. Setiap dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien harus memperhatikan kode etik profesi yaitu mendahulukan kepentingan pasien di atas kepentingannya sendiri.

Dalam pengambilan keputusan klinis oleh dokter, terdapat beberapa anatomi yang menjadi patokan. Anatomi tersebut adalah pengamatan pertama oleh dokter, keluhan pasien, pemeriksaan dokter, pemeriksaan tambahan, diagnosis, serta yang terakhir adalah rencana pengobatan.

Keputusan klinis yang dibuat oleh dokter ia lakukan berdasarkan apa yang baik menurut ilmu kedokteran, apa yang baik menurut pendapat dokter, serta apa yang baik menurut pasien. Jadi, bukan hanya pendapat dokter dan ilmu kedokteran saja yang penting dalam keputusan pengobatan.

Terdapat 4 prinsip dasar dalam etika biomedis, yaitu tidak merugikan, berbuat baik, menghormati otonomi, dan keadilan. Pendapat pasien dalam keputusan pengobatan masuk ke dalam prinsip menghormati otonomi. “Implikasi dari prinsip ini adalah setiap orang berhak memilih dan menentukan apa yang akan dilakukan dan apa yang terjadi pada dirinya. Orang lain berkewajiban tidak menghalangi pilihan seseorang bahkan harus berupaya agar terpenuhi,” jelas dr. Sintak. (Nirwana/Reporter)