PKMK UGM: Inovasi MOOC untuk Peningkatan Kewaspadaan Dini dan Respons Wabah Penyakit

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), sukses menggelar lokakarya evaluasi dan perbaikan media pembelajaran Massive Open Online Course (MOOC) untuk Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). Acara ini berlangsung di Yudhistira Room, Meliá Purosani Yogyakarta pada Selasa (3/12).

Lokakarya ini ditujukan untuk mengevaluasi implementasi pelatihan daring berbasis MOOC yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas petugas surveilans di unit pelapor, seperti puskesmas dan rumah sakit, dalam mendeteksi potensi wabah penyakit secara dini.

Pelatihan ini telah diterapkan di platform Plataran Sehat Kementerian Kesehatan dengan uji coba awal di Provinsi DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat yang berhasil menghasilkan tingkat penyelesaian peserta hingga 72,4%.

MOOC SKDR dikembangkan oleh PKMK UGM bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, WHO, CDC, Safetynet, JICA, dan BBPK Ciloto. Kurikulum ini dirancang untuk mempermudah petugas surveilans mendapatkan pelatihan kapan saja dan di mana saja.

Menurut Muhammad Fadhil Armen dari SafetyNet, MOOC merupakan suatu alat untuk mendukung peningkatan kapasitas para tenaga kesehatan di unit pelapor untuk meningkatkan kewaspadaan dalam deteksi SKDR.

“Dengan metode daring, pelatihan ini mampu menjangkau lebih dari 12.000 puskesmas di seluruh Indonesia, menjadikannya salah satu program paling luas di tingkat ASEAN,” jelas Fadhil.

Ia juga menambahkan bahwa dengan adanya MOOC, peningkatan kapasitas petugas surveilans tidak harus dilakukan secara langsung di tempat kerja. “Peningkatan kapasitas bisa dilakukan secara fleksibel dengan metode daring ini,” tuturnya.

Hasil evaluasi awal menunjukkan peningkatan signifikan dalam pengetahuan peserta setelah mengikuti pelatihan MOOC SKDR. Penilaian lanjutan juga mengindikasikan retensi pengetahuan yang baik pasca pelatihan. Sebagian besar peserta memberikan tanggapan positif terhadap konten dan kualitas pelatihan.

“Kita ingin membuktikan bahwa pelatihan ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan petugas surveilans, tetapi juga dapat diterapkan di daerah lain secara efektif,” ungkap dr. Muhammad Hardhantyo, MPH, Ph.D, dari PKMK UGM.

Ia juga menyebutkan bahwa hingga saat ini terdapat lebih dari 7.000 permintaan akses pelatihan dari berbagai wilayah di Indonesia.

Berdasarkan hasil evaluasi, PKMK UGM bersama mitra terkait, maka direncanakan akan dilakukan perluasan jangkauan pelatihan ke lebih banyak daerah, termasuk wilayah dengan akses terbatas.

“Harapan kami, evaluasi ini dapat menjadi landasan untuk memperbaiki implementasi MOOC, sehingga bisa menjangkau lebih banyak puskesmas di seluruh Indonesia dan memberikan manfaat yang maksimal bagi peningkatan kewaspadaan dini,” ujar Hardhantyo.

Dengan dukungan teknologi, pelatihan berbasis MOOC diharapkan dapat menjadi model pelatihan yang inklusif, efektif, dan berkelanjutan bagi sistem kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini senada dengan sebagai komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yakni SDG 3:  Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan, SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab serta SDG  17: Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan. (Isroq Adi Subakti/Reporter).