Pilot Project Wolbachia, Inovasi Bersama untuk Kesehatan Masyarakat

FK-KMK UGM. Pilot project implementasi teknologi Wolbachia untuk menanggulangi demam berdarah dengue (DBD) masih berlangsung di empat kota, Jakarta Barat, Bandung, Semarang dan Kupang. Dari lima kota yang sebelumnya diintervensi, Kota Bontang akan selesai mengimplementasikan teknologi tersebut di awal 2025 mendatang.

Empat kota ini terus melakukan perluasan di wilayah baru di tahun depan. Project yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan bermitra dengan Pusat Kedokteran Tropis (PKT) FK-KMK UGM ini mendapatkan dukungan dana dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia melalui World Mosquito Program (WMP).

“Dana ini sifatnya komplementer, melengkapi dana APBN yang telah dianggarkan,” jelas dr. Riris Andono Ahmad, Direktur PKT UGM pada acara kick off meeting yang diadakan pada Senin, 9 Desember 2024 di Yogyakarta. Dana tersebut digunakan untuk menyelesaikan project di empat kota tahun depan.

Pada kegiatan ini, hadir juga Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes RI, Asia Project Manager Communication & Engagement WMP, staf DFAT, perwakilan dari Universitas Udayana, Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM serta dinas kesehatan empat kota yang terlibat dalam pilot project ini.

Dukungan dana dari DFAT pada pilot project ini menggunakan skema partnership for healthy region initiatif (PHR). Dana ini diberikan oleh DFAT melalui WMP yang telah lama diketahui mengembangkan teknologi Wolbachia dalam pengendalian DBD. Asia Project Manager Communication & Engagement WMP untuk Asia, Bekti Andari menilai bahwa pilot project implementasi teknologi Wolbachia di 5 kota telah berjalan dengan sangat baik. Meski demikian ada beberapa aktivitas yang akan lebih baik jika ada dukungan dana tambahan.

Lebih detail, Bekti menjelaskan bahwa dukungan dana dari DFAT telah ditentukan jenis-jenis kegiatannya. Ia menyebutkan beberapa di antaranya adalah untuk pengelolaan project, pelibatan masyarakat, barang habis pakai, kegiatan peletakan ember dan pemantauan, pengelolaan data dan peta, produksi telur nyamuk di Universitas Udayana, dan isu lintas sektoral dengan menggunakan pendekatan GEDSI (gender equality/kesetaraan gender, disability/disabilitas, dan social inclusion/inklusi sosial).

Dukungan dana dari DFAT melengkapi dana APBN dan APBD yang telah digunakan sebelumnya. Ini tentu menjadi kabar baik dalam pilot project yang diharapkan akan menjadi metode pelengkap penanggulangan DBD di Indonesia. Kegiatan ini sejalan dengan SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, SDG 11: Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. (Kontributor: Muhammad Ali Mahrus/ Editor: Sitam).