FK-KMK UGM. Pada Januari 2013 silam, untuk pertama kalinya pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dengan masa berlaku tertanggal 1 Januari 2014.
Melalui berbagai proses, peraturan ini pun mengalami perubahan sebanyak lima kali. Terbaru, pemerintah mengesahkan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 atas Perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Atas perubahan tersebut, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (KMK FK-KMK UGM) menggelar webinar bertajuk “Memahami Perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 ke Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan” secara daring pada Selasa (21/5).
Webinar berkonsep dialog kebijakan ini, dilaksanakan atas kerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM. Adapun topik yang dibahas yakni penyelenggaraan jaminan kesehatan di Indonesia terkait hak masyarakat (peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan) atas akses layanan kesehatan tanpa hambatan finansial.
Hal ini sejalan dengan tujuan global Universal Health Coverage (UHC) World Health Organization (WHO) guna meningkatkan aksesibilitas, kualitas, dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, pemerintah mengakomodasi mandat tersebut dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Meskipun demikian, praktik penyelenggaraan JKN masih menuai berbagai catatan kritis.
Menurut M Faozi Kurniawan, MPH., moderator sekaligus peneliti PKMK FK-KMK UGM bahwa akses pelayanan kesehatan yang berkeadilan belum diperhatikan selama 10 tahun JKN berjalan. Sehingga pelaksanaan kebijakan terkait harus dipantau dengan riset implementasi yang independen.
“Pada substansi materi perubahan Perpres ini kita perlu memperhatikan manfaat, iuran, dan tata kelolanya,” sambung Dr. dr. Beni Satria, S.Ked., M.Kes., S.H., M.H., CPHMC., CPMed., CPArb., CPCLE., FISQua., pembicara pada webinar tersebut.
Beni menjelaskan bahwa perubahan Perpres ini terdiri dari pengaturan mengenai pelaksanaan hak peserta atas manfaat Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) & Kelas Rawat Inap Standar (KRIS); pindah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP); batas atas dan bawah upah; peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dan lainnya.
“Kami berharap teman-teman yang ada di asosiasi rumah sakit atau pelayanan kesehatan, aktif juga ya untuk dialog kebijakan karena Perpres ini sangat penting itu JKN,” tambah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD., ahli PKMK FK-KMK UGM.
Prof Laksono menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan akan banyak pengembangan sumber dana diluar BPJS untuk kedepannya. Misalnya, memperkuat akses komersial atau filantropi.
“Kalau kita semua bertumpu pada BPJS, kalau ada apa-apa dengan BPJS, kita semua akan kolaps,” tegas Prof Laksono.
Dialog ini merupakan bentuk komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera (SDGs 3) dan Pendidikan Berkualitas (SDGs 4). (Isroq Adi Subakti/Reporter).