Perkuat Ketangguhan Kesehatan dalam Bencana, PKMK FK-KMK UGM Gelar Webinar Manajemen Bencana

FK-KMK UGM. Divisi Manajemen Bencana Kesehatan, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar bertajuk “Konsep Manajemen Bencana Kesehatan dan Implementasi dalam Sistem Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Indonesia” secara daring pada Kamis (20/03). Kegiatan ini diikuti oleh 49 peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi, serta pemangku kebijakan, yang bersama-sama membahas pendekatan strategis dalam penguatan sistem kesehatan untuk menghadapi krisis dan bencana yang kerap terjadi di Indonesia—negara yang dikenal sebagai “laboratorium bencana”.

Kegiatan dibuka oleh Kepala Divisi Manajemen Bencana Kesehatan, Happy R. Pangaribuan, S.KM, MPH, yang sekaligus bertindak sebagai moderator. Dalam pengantarnya, ia menekankan pentingnya pemahaman komprehensif terhadap struktur dan konsep manajemen bencana kesehatan, mengingat tingginya frekuensi bencana seperti banjir dan tanah longsor dalam dua tahun terakhir. Melalui forum ini, diharapkan peserta dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan sistem kesiapsiagaan dan respons yang lebih tangguh dan terintegrasi, sesuai dengan prinsip-prinsip disaster risk governance serta mendukung pencapaian SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera dan SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim.

Materi pertama disampaikan oleh dr. Hendro Wartatmo, SpB-KBD, yang mengangkat tema Incident Command System (ICS)—sebuah sistem yang memetakan alur komando dan pembagian tugas dalam situasi darurat secara jelas dan terstruktur. ICS bukanlah organisasi baru, melainkan pengembangan dari organisasi yang telah ada untuk beroperasi secara efisien di luar kondisi normal. Sistem ini terbukti krusial dalam memastikan koordinasi antarpihak selama respons bencana. Dilanjutkan dengan paparan dari dr. Bella Donna, M.Kes mengenai Disaster Health Management (DHM) dengan pendekatan Disaster Logic Model (DLM). Model ini menggarisbawahi pentingnya integrasi antara perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam setiap fase penanganan bencana—pra-bencana, saat bencana, dan pasca-bencana—dengan menekankan bahwa mitigasi dan kesiapsiagaan harus menjadi prioritas untuk meminimalkan risiko dan meningkatkan kapasitas sistem kesehatan.

Materi ketiga dibawakan oleh apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid yang membahas tantangan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan dalam situasi bencana. Salah satu isu yang mengemuka adalah minimnya pelatihan manajemen bencana bagi tenaga kesehatan. Indonesia sendiri telah memiliki sistem Tenaga Cadangan Kesehatan – Emergency Medical Team (TCK-EMT) yang dibina sesuai standar kompetensi inti, penunjang, dan khusus. Gde menekankan pentingnya penguatan kapasitas dan keberlanjutan pembinaan TCK agar respons darurat dapat dilakukan dengan cepat dan terorganisir.

Webinar kemudian ditutup dengan materi dari dr. Gregorius Anung Trihadi, MPH dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY yang berbagi pengalaman penerapan konsep manajemen bencana di tingkat daerah. Ia menjelaskan bahwa dalam penanganan krisis kesehatan, diperlukan integrasi antara sistem klaster—yang mengelompokkan unsur-unsur pentahelix berdasarkan fungsinya—dan sistem komando yang beroperasi dalam satu alur kepemimpinan. Kombinasi keduanya menghasilkan Health Emergency Operation Center (HEOC), sebuah sistem tanggap darurat yang telah diadopsi oleh Dinas Kesehatan DIY untuk meningkatkan efektivitas respons terhadap krisis kesehatan di daerah.

Diskusi berlangsung interaktif dengan partisipasi aktif peserta yang mengajukan berbagai pertanyaan seputar tantangan implementasi di lapangan, keterlibatan lintas sektor, serta strategi penguatan koordinasi di masa depan. Webinar ini menjadi salah satu wujud nyata komitmen PKMK FK-KMK UGM dalam memperkuat ketangguhan sistem kesehatan nasional melalui peningkatan kapasitas lintas sektor. Kegiatan ini sekaligus mendukung SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil dalam membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan yang lebih adaptif dan berkelanjutan. (Kontributor: dr. Alif Seswandana).