FK-KMK UGM. Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK), menyelenggarakan pelatihan pengolahan sampah organik dan pertanian perkotaan. Pelatihan ini merupakan bagian dari Pengabdian Masyarakat berbasis pendidikan berkelanjutan yang diadakan di Kampung Blunyahrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Kegiatan pelatihan ini merupakan respon terhadap permasalahan sampah di Yogyakarta, terutama sejak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan ditutup. Akibatnya banyak orang membuang sampah di tepi jalan, di sungai dan sebagian besar masyarakat membakar sampah yang justru menimbulkan permasalahan lainnya, seperti polusi udara. Kegiatan ini ditujukan kepada Kelompok Tani Tumuju Guyub. Mayoritas kelompok tani Tumuju Guyub tergolong lansia. Berdasarkan Survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2022, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki proporsi lansia tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 16,69%. Kegiatan ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) pilar ke-3, yakni memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia.
Kegiatan ini diawali dengan sambutan dari Direktur Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan, FK-KMK, dr. Bagas Suryo Bintoro, Ph.D. Tim pengabdian masyarakat juga menyusun buku saku mengenai aktivitas fisik untuk lansia dan poster pengelolaan sampah menggunakan ember tumpuk yang kemudian diserahkan secara simbolis kepada kelompok tani Tumuju Guyub.
Permasalahan sampah masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Pengelolaan sampah membutuhkan tata kelola yang baik dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Perubahan perilaku dibutuhkan oleh ketiga pihak ini. Dr. Supriyati menyebutkan bahwa komposisi sampah di Indonesia yang terbanyak yaitu sisa makanan, diikuti dengan sampah plastik. Indonesia menjadi penghasil food waste terbesar kedua di dunia, dengan rerata sampah sisa makanan 0,8 kg per hari untuk setiap orang. Dr. Supriyati menyampaikan bahwa pentingnya pengelolaan sampah tidak hanya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, namun pengelolaan sampah juga dapat memberikan keuntungan yang mendukung program lain di masyarakat. Hal ini mendukung SDG-11 untuk membangun kota dan pemukiman inklusif, aman, tahan lama dan berkelanjutan.
Pelatihan pengelolaan sampah ini berfokus pada sampah organik menggunakan metode ember tumpuk yang dipaparkan oleh Dody Kastono, S.P., MP. Ember tumpuk adalah alat yang digunakan untuk memproses sampah organik menjadi pupuk cair. Alat tersebut dibuat dengan menyatukan dua ember menjadi satu. Dody mengatakan bahwa metode ember tumpuk diawali dengan memasukkan sampah buah dan sayur pada ember atas. Sampah ini akan mengundang lalat hitam (Black Soldier Fly) yang kemudian akan bertelur dan menghasilkan maggot yang dapat menguraikan sampah organik menjadi pupuk cair yang akan mengendap di ember bawah. Metode ember tumpuk merupakan cara yang sederhana dan mudah diperoleh, sehingga memungkinkan rumah tangga untuk dapat mengaplikasikannya.
Pupuk cair yang dihasilkan dari ember tumpuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani Tumuju Guyub untuk mengembangkan program pertanian perkotaan. Pertanian perkotaan adalah bentuk kegiatan/usaha komersial atau non komersial yang terkait dengan produksi, distribusi, dan konsumsi bahan pangan atau hasil pertanian lain. Pertanian perkotaan dapat mendukung ketercapaian SDG-1 yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dan di mana pun serta SDG-8 yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dr. agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih menjelaskan bahwa pertanian perkotaan dapat mendorong kemandirian pangan untuk mencapai ketahanan pangan. Ketahanan pangan tersebut mencakup kecukupan jumlah dan mutu pangan. Hal ini diharapkan dapat mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan sesuai dengan SDG-2 tentang ketahanan pangan dan tanpa kelaparan.
Selain ketahanan pangan, pertanian perkotaan juga dapat dikembangkan untuk pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Saat pelatihan, Prof. Dr. Mae Sri Hartati W., Apt., M.Si. menekankan bahwa kelompok tani dapat memanfaatkan TOGA yang telah mereka tanam dengan merebusnya. Namun, alat yang digunakan untuk merebus tidak boleh berbahan aluminium. Jika TOGA berbentuk rimpang, maka sebelum direbus perlu dipotong terlebih dahulu. Hasil rebusan juga tidak boleh dikonsumsi jika melebihi 24 jam.
Kegiatan berkebun yang dilakukan oleh kelompok tani Tumuju Guyub diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk aktivitas fisik melalui kegiatan menyiangi, menggali, menyapu, menanam dan menyiram. “Lansia yang fisiknya tidak dilatih, maka dapat berisiko jatuh. Dan ketika sudah jatuh, biasanya akan timbul berbagai masalah kesehatan lainnya”, kata Ema Madyaningrum, S.Kep., Ns., M.Kes., Ph.D. Ema menjelaskan lebih lanjut bahwa aktivitas fisik pada lansia perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing dan memperhatikan intensitasnya. Aktivitas fisik lansia berfokus pada pengembalian kekuatan, fleksibilitas dan ketahanan.
Berkebun tidak hanya berguna sebagai kegiatan yang meningkatkan aktivitas fisik, namun hasil panennya dapat bermanfaat sebagai sumber bahan makanan dan sehat serta sumber penghasilan tambahan. Selain itu, kegiatan berkebun dapat menjadi aktivitas sosial yang meningkatkan hubungan sosial, rasa kebersamaan dan solidaritas. (Penulis: Ifa Najiyati, Nia Lestari Muqarohmah; Editor: Vincent)