FK-KMK UGM. Associate Professor dari Departemen Dermatology, National Taiwan University, Chia Yu Chu, MD, PhD, berkesempatan untuk memberikan materi yang bertajuk “Update Clinical Allergy and Immunology”, Rabu (11/08) dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Departemen Dermatologi dan Venerologi, Departemen Farmakologi dan Terapi FK-KMKUGM bersama dengan Dapartemen Dematologi National Taiwan University Hospital secara daring.
Sebagai pembuka sesi, Prof. Chia Yu Chu memberikan materi mengenai tren baru dalam menangani pasien atopik dermatitis melalui pemaparan beberapa hasil penelitian yang dilakukannya.
“Penelitian yang berkembang mengenai Atopik Dermatitis (AD) dapat menjelaskan patogenesis penyakit secara lebih jelas dan memungkinkan manajemen pasien yang lebih baik. Dupiluamab merupakan salah satu agen target pertama yang disetujui untuk atopik dermatitis, membuktikan bahwa AD dapat diobati dengan antagonisme sitokin tunggal”, ungkapnya.
Melalui pemaparannya, Prof. Chia Yu Chu berbagi hasil penelitiannya mengenai manajemen pasien atopik dermatitis mengunakan agen inflamatori topikal seperti TCS/Topical Corticosteroid. Beliau mengatakan bahwa penggunaan topical corticosteroid sesui resep dapat menurunkan tanda dan gejala selain itu juga dapat mengurangi faktor pengganggu lainnya.
“Sekitar 20% dari pasien Systemic Lupus Erythemathosus (SLE) mendapatkan diagnosis sejak masih usia anak-anak dan remaja. Awal mula penyakit SLE jarang terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. SLE juga dianggap sebagai penyakit yang didominasi oleh wanita dan meskipun sebagian besar pasien yang terkena adalah wanita, rasionya berubah seiring bertambahnya usia.”, jelas dr. Sumadiono, Sp.A(K) saat sesi kedua mengenai manajemen SLE pada pasien anak.
Penelitian terbaru dr. Sumardiono adalah mengenai Juvenile Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau biasa juga disebut lupus. Beliau menerangkan bahwa penyakit ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat menyebabkan inflamasi pada organ-organ kecil, kulit dan tulang. Inflamasi tersebut juga dapat membahayakan area vital seperti ginjal, hati, paru-paru dan otak.
Pada sesi terakhir, Prof. Dr.dr. Hardyanto Subono Sp.KK(K) memberikan penjelasan mengenai pendekatan diagnostik dalam mengelola pasien urtikaria.
“Urtikaria adalah kondisi kulit umum yang ditandai dengan perkembangan bintik (gatal-gatal), dengan/tanpa angioderma. Penyakit ini adapat dipicu oleh berbagai penyebab yang mendasar dan potensial.”, jelas Prof. Hardyanto.
Prof. Hardyanto juga menjelaskan bahwa Urtikaria terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu klinis dan akut. Urticaria akut gejalanya terjadi kurang dari enam minggu, sedangkan urticaria kronis gejalanya terjadi setiap hari dan lebih dari 6 minggu. Beberapa penyebab dari Urtikaria kronis ini adalah autoimun dan infeksi. Untuk tata laksana pasien Urtikaria adalah dengan menghindari pencetus (yang bisa diketahui). Juga perlu memperhatikan obat opiat dan salisilat yang dapat mengaktivasi sel mast tanpa melalui IgE. (Yuga/Reporter)