FK-KMK UGM. Perkembangan genetika telah membuka jendela pengetahuan dermatologi dan mosaikisme. Sedangkan pengertian “memajukan” pada fase deteksi merupakan tahap kritis dalam seluruh penanganan penyakit, tidak terkecuali deteksi dini melalui kulit. Demikian ungkap Prof. Dr. Med. dr. Retno Danarti, SpKK(K) dalam pidato pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Selasa (15/6).
Melalui pidato berjudul “Memajukan Bidang Kesehatan Kulit Melalui Genodermatosis dan Mosaikisme”, Prof. Danarti mengungkapkan bahwa kemampuan klinis dokter kulit sangat penting mulai dari keterampilan ‘sederhana’ yakni memahami bentuk dan pola kelainan kulit. Karena di balik pola kelainan kulit tersebut mungkin terdapat petunjuk kemungkinan adanya sindrom tertentu pada pasien.
“Hal ini didasari oleh fakta genetik bahwa secara embriologis, pada umur kehamilan sekitar 6 minggu, kulit berkembang bersamaan waktu dengan perkembangan sistem saraf pusat. Perjalanan embriologis ini memungkinkan terjadi belitan genetis sehingga apabila terdapat kelainan yang bermanifestasi di kulit dengan pola tertentu, kita harus mewaspadai bahwa ada kelainan di sistem saraf pusat”, ujarnya.
Kulit merupakan organ ideal untuk mempelajari perkembangan karena mudah diakses baik untuk observasi, evaluasi kelainan kulit, dan untuk mempelajari mekanisme mosaikisme genetik. Hal tersebut karena sekitar sepertiga dari semua kelainana herediter menunjukkan temuan kulit yang khas.
“Mendiagnosis kelainan kulit herediter merupakan tugas yang menantang, bahkan untuk dokter spesialis kulit dan kelamin, karena kelangkaannya dan bervariasinya kasus genodermatosis, fenotip yang tumpang tindih atau heterogen, atau tata nama yang rumit”, imbuhnya.
Dokter kulit dalam hal ini memainkan peran penting dalam identifikasi awal sindrom yang memiliki manifestasi kulit yang bisa dikenali sedini mungkin. Pengenalan ragam manifestasi sindrom tersebut memungkinkan deteksi dini yang bermanfaat untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit yang berpengaruh pada mortalitas pasien.
Dalam pidatonya, Prof. Danarti juga mengungkapkan perkembangan keilmuan genetika dan dermatologi. Serangkaian kemajuan luar biasa ini memuncak dalam pengembangan teknik seperti reaksi rantai polimerase. Dari kemajuan-kemajuan di bidang genetika tersebut, konsekuensi untuk dermatologi sangat besar. Dokter spesialis kulit telah menempatkan keahlian dalam hal fenotip ke peta genotip yang berkembang ini untuk menjelaskan dasar etiologi untuk banyak kelainan yang sebelumnya tidak diketahui.
“Upaya memajukan kesehatan kulit dapat dikembangkan melalui riset genomik untuk karakterisasi kelainan mosaik. Kemajuan terkini dalam teknologi sequencing telah memungkinkan dilakukannya penelitian genetik yang komprehensif terhadap kelainan mosaik. Terlepas dari kemajuan-kemajuan tersebut, kelainan mosaik masih menjadi tantangan untuk diselidiki terutama karena sifat alami dari kondisi-kondisi tersebut tidak semua sel membawa mutasi yang diduga”, terangnya.
Seperti yang dikisahkan dalam pidatonya, Prof. Danarti mengaku mulai mendalami kelainan genetik penyakit kulit pada anak sejak melakukan pendidikan lanjut di di Philipps-Universität Marburg, Jerman. Sebuah keilmuan yang hampir tidak ada seorang pun di Indonesia berminat untuk mendalaminya. (Wiwin/IRO; Foto: Fristo/Humas UGM)