FK-KMK UGM. Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM melaksanakan seminar dengan topik “Evidence-Informed Policy” pada Senin (29/01) di Auditorium lantai 1 Gedung Pascasarjana Tahir FK-KMK UGM.
Menurut Fadi El-Jardali, MPH., Ph.D. (WHO Consultant for Evidence-Informed Policy), beberapa pesan kunci yang disampaikan dalam seminar ini adalah bukti dan knowledge translation. Bukti berkaitan dengan fakta (aktual atau pernyataan) yang dimaksudkan untuk mendukung kesimpulan. Bukti yang didasarkan pada penelitian ilmiah biasanya lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan bukti yang didasarkan pada pengamatan langsung. Seseorang harus menilai kepercayaan terhadap berbagai jenis bukti.
Sedangkan knowledge translation merupakan proses dinamis dan berulang yang mencakup sintesis, diseminasi, pertukaran, dan penerapan pengetahuan secara etis untuk menghasilkan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat.
Knowledge translation diperlukan dalam proses pembuatan kebijakan. Bukti harus tersedia bagi para pengambil keputusan dan dipertimbangkan bersama dengan faktor-faktor lainnya. “Naif apabila kita berpikir bahwa pengambil keputusan hanya akan menerapkan bukti. Bukti penelitian tidak dapat menjawab semua pertanyaan,” jelas Fadi.
Davi Mamblona Marques Romão, MPP. (WHO Consultant for Evidence-Informed Policy), juga menambahkan, apabila proses pembuatan kebijakan dilakukan dengan knowledge translation dan bukti, para pengambil keputusan akan mendapatkan keputusan yang berbasis bukti. Pengambilan keputusan berbasis bukti adalah penggunaan data terbaik yang tersedia, penelitian, dan bentuk bukti lainnya secara sistemik dan transparan, tergantung pada sifat proses pengambilan keputusan. Saat ini, WHO mempromosikan pengambilan keputusan berdasarkan bukti untuk meningkatkan sistem kesehatan melalui struktur jaringan. (Nirwana/Reporter)