FK-KMK UGM. Kesehatan reproduksi masih menjadi hal tabu di kalangan remaja. Hal ini menyebabkan banyak masalah terkait kesehatan reproduksi remaja muncul di sekitar kita. Menurut dr. Fitriana Murriya Ekawati, MPHC dari Departemen Kedokteran Keluarga, Komunitas dan Bioetika FK-KMK UGM, tak hanya remaja perempuan yang mengalami masalah ini tetapi juga remaja laki-laki.
Hal ini dirinya sampaikan dalam Bincang Sehat RAISA (Radio Indonesia Sehat) pada Kamis (16/2) dengan judul “Kesehatan Reproduksi Remaja Masa Kini”. “Usia remaja adalah masa di mana mereka senang mencoba hal baru, termasuk hal-hal yang terkait dengan reproduksi,” tambahnya.
Menurut dr. Fitriana, remaja masa kini sebenarnya tahu informasi mengenai kesehatan reproduksi. Namun, mereka menghindari untuk mendiskusikannya ketika mempertanyakan sesuatu karena ketabuan itu tadi. “Harapannya, mereka kalau ada keluhan segera minta bantuan kepada tenaga kesehatan yang terpercaya,” ujar dr. Fitriana.
Kasus kesehatan reproduksi remaja yang sering terjadi adalah kehamilan yang tidak direncanakan. “Hal ini menjadi masalah karena ada banyak risiko yang akan terjadi, termasuk pihak perempuan yang mungkin berhenti sekolah. Ia terpaksa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik,” ungkap dr. Fitriana.
Melihat gambaran kondisi yang memprihatinkan ini, sebenarnya ada upaya-upaya yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Salah satunya adalah pendidikan terkait kesehatan reproduksi yang komprehensif untuk remaja. Tidak hanya menjelaskan secara biologis, tetapi juga hal-hal lain yang terkait. Misalnya, risiko apa saya yang akan didapatkan dari berhubungan seksual di usia remaja dan hal-hal terkait consent.
“Berdasarkan survei, diketahui bahwa ada 2 alasan remaja mau melakukan hubungan seksual di luar nikah. Pertama karena terbawa suasana, kedua karena dipaksa. Pemaksaan ini ada yang bentuknya halus, seperti pernyataan ‘kalau kamu gak mau berarti kamu gak sayang aku’,” jelas dr. Fitriana.
Oleh karena itu, edukasi terkait consent perlu disosialisasikan kepada remaja. Edukasi bisa dilakukan melalui orang tua dan guru. Namun, orang tua dan guru harus memiliki pemahaman yang benar terlebih dahulu. (Nirwana/Reporter)