FK-UGM. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki umur harapan hidup tertinggi se-Indonesia. Hal tersebut ditegaskan Wakil Bupati Sleman, Dra. Hj. Muslimatun, M.Kes., Minggu (19/11) saat memberikan sambutan pada kegiatan penguatan peran tokoh masyarakat dan kader kesehatan terhadap Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat Sleman di Auditorium Fakultas Kedokteran UGM. “Capaian umur harapan hidup yang tinggi tersebut tidak terlepas dari peran serta tokoh masyarakat dan kader kesehatan yang senantiasa bersemangat mengajak masyarakat di sekitarnya untuk menjadi sehat,” imbuhnya.
Melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh Community and Family Health Care (CFHC) Fakultas Kedokteran UGM tersebut, Wakil Bupati Sleman juga menegaskan pentingnya sinergi 4 pilar dalam mewujudkan masyarakat Sleman yang sehat. Keempat pilar tersebut di antaranya adalah pemerintah, cendekiawan atau dari civitas perguruan tinggi, masyarakat dan juga pihak swasta, yang senantiasa bergandengan tangan dan bersinergi. Kader dan tokoh masyarakat merupakan representasi dari masyarakat yang menjadi ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, di hadapan 140 tokoh masyarakat dan kader kesehatan dari 8 dukuh yang akan menjadi lokasi program CFHC tahun pertama, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran UGM, dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med., Phd., sangat mengapresiasi peran serta tokoh masyarakat dan kader. Termasuk sambutan tokoh masyarakat dan kader kesehatan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM dalam program CFHC ini.
Sejak menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM tahun pertama sudah mendapatkan tugas untuk turun ke masyarakat. Tentu saja, tugas mahasiswa yang masih berstatus SMA plus tersebut bukan untuk mengobati. Melalui program CFHC ini mampu menjadi salah satu sarana pembelajaran mahasiswa yang dilakukan secara berkesinambungan.
Pada tahun pertama, mahasiswa pada program CFHC tersebut berusaha untuk mengenal keluarga mitra, anggota keluarga mitra dan tentu saja belajar memahami struktur masyarakat. Kegiatan tersebut dilanjutkan pada tahun kedua yang dilakukan dengan memahami perilaku-perilaku keluarga yang berkaitan dengan kesehatan. Kemudian pada tahun ketiga mahasiswa akan berinteraksi secara lebih luas dengan masyarakat dan berusaha menemukenali masalah kesehatan masyarakat yang ada serta berupaya bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari solusinya. Selanjutnya, pada tahun keempat, mahasiswa akan mendampingi masyarakat sasarannya agar menjadi masyarakat yang tanggap bencana; memiliki kesiapsiagaan bencana.
Pada tahun 2017 ini, lokasi CFHC tahun pertama meliputi dusun Mejing Lor dan Dusun Somodaran Kecamatan Gamping, Dusun Kamal Wetan Kecamatan Seyegan, Dusun Sempu Kecamatan Pakem, Dusun Bulak Salak Kecamatan Cangkringan, Dusun Pondok 2 Kecamatan Ngemplak, Dusun Sumber kidul Kecamatan Berbah, dan Dusun Daleman Kecamatan Prambanan. Menurut penanggung jawab kegiatan, Dr. Supriyati, S.Sos., M.Kes., meskipun saat ini pemerintah telah menggulirkan indikator keluarga sehat dan juga Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), bukan berarti bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) boleh ditinggalkan. PHBS merupakan indikator sehatnya keluarga yang akan mendorong terwujudnya dusun/RW sehat, Desa/kelurahan sehat, Kecamatan sehat, kabupaten kota sehat, provinsi sehat, hingga akhirnya terwujud Indonesia sehat.
Di sisi lain, Dr. Retna Siwi Padmawati, MA selaku salah satu pembicara juga menegaskan, bahwa meskipun PHBS telah cukup lama digulirkan, namun hingga saat ini belum semua indikator PHBS terpenuhi. Menilik dari data survei nasional dan survei PHBS yang dilakukan di DIY, maka indikator mengonsumsi 3 porsi sayur dan 2 porsi buah setiap hari merupakan indikator PHBS dengan capaian terendah. Sementara itu, tokoh masyarakat dan kader menyatakan bahwa indikator yang paling sulit diubah adalah perilaku merokok di dalam rumah. Adanya indikator tersebut, bukan berarti masyarakat Indonesia tidak boleh merokok sama sekali, namun semestinya orang yang merokok tidak dilakukan di dalam rumah, karena paparan asap rokoknya dapat membahayakan orang lain di dalam rumah tersebut, baik yang terpapar secara langsung (perokok pasif) maupun melalui pajanan asap rokok yang menempel pada tirai atau benda benda lain di dalam rumah tersebut. Retna Siwi juga menegaskan, perlunya menjaga sopan santun dalam mengingatkan orang yang merokok di dalam rumah.
Selain masalah perilaku merokok dan konsumsi buah dan sayur, perilaku cuci tangan merupakan indikator PHBS yang mudah dilakukan namun masih jarang dilakukan oleh masyarakat. Cuci tangan yang dimaksud bukan hanya asal cuci tangan, namun mestinya cuci tangan dengan menggunakan sabun dan dengan langkah-langkah yang telah direkomendasikan oleh badan kesehatan dunia WHO. Sri Mulyani, S.Kep, NS., M.Ng., menjelaskan bahwa cuci tangan semestinya dilakukan pada 5 waktu kritis yaitu sebelum makan, setelah buang air besar dan setelah menceboki bayi, sebelum menyusui, sebelum menyiapkan makanan, dan setelah kontak dengan hewan.
Selanjutnya, Aviria Ermamilia, S.Gz., M.Gz,RD., menjelaskan tentang pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) bayi dengan benar. Usaha penimbangan bayi secara rutin dapat digunakan untuk memonitor tumbuh kembang bayi dan balita. Pada kesempatan tersebut, tokoh masyarakat dan kader berkesempatan untuk mempraktikkan pengukuran dan pencatatan secara benar, sehingga kegiatan posyandu yang dilakukan secara rutin di masyarakat dapat memberikan manfaat yang lebih nyata dan lebih banyak bagi keluarga yang memiliki balita.
Pada akhir sesi, Koordinator Tim tahun pertama CFHC Fakultas Kedokteran, dr. Rosalia K, MPH, menegaskan perlunya tokoh masyarakat dan kader meneruskan informasi-informasi yang telah diperoleh tersebut kepada masyarakat sekitarnya. “Harapannya, seminar yang diselenggarakan hari ini bisa menjadi salah satu langkah dalam mewujudkan sinergi pemerintah, universitas, dan masyarakat, menuju masyarakat Sleman yang lebih sehat, sejahtera dan bermanfaat”, ungkapnya. (Supriyati/Kontributor)