Pengobatan Presisi Dalam Menangani Pasien Kanker

FK-KMK UGM. Departemen Farmakologi dan Terapi FK-KMK UGM menyelenggarakan workshop dan serial webinar 3rd Jogjakarta Annual Meeting of Pharmacology en Therapy (JAPEMETHE) dalam rangka purna tugas Dr. Med. dr Indwiani Astuti dengan Tema “Stepping Into Precision Medicine Era In Cancer”, Jumat (26/11). Workshop akan berfokus pada topik Pharmacogenomic dan merupakan yang kedua dari rangkaian kegiatan yang digelar selama tiga bulan ke depan hingga Desember 2021 secara daring via Zoom Meetings.

Webinar ini juga turut mengundang beberapa pakar dari perusahaan obat asal Switzerland, Novartis yaitu Pedro Marques Ramos, Ph.D selaku Direktur Global Biomarker dan Jan Christoph Brase, Ph.D. selaku Direktur Pengobatan Presisi PT. Novartis Indonesia. Turut hadir pula, Dr. Wisnu Ananta Kusuma dari Departemen Computer Science Institut Pertanian Bogor.

Dalam topik yang disampaikan oleh dr. Indwiani mengenai “Drug Development: miRNA and Cancer”, diketahui bahwa saat ini sedang banyak dikembangkan obat obat yang berasal dari microRNA untuk pengobatan pasien-pasien kanker.

“Fungsi micro RNA yang menyimpang pada kanker dapat bertindak sebagai onkogen atau penekan tumor selama inisiasi dan perkembangan tumor. Mirip dengan regulasi gen pengkode protein, disregulasi miRNA mungkin terkait dengan perubahan nomor salinan gen miRNA, modulasi epigenetik, polimorfisme, atau modifikasi biogenesis”, jelasnya.

Selanjutnya, kedua pakar dari PT. Novartis Indonesia, Pedro dan Brase sama-sama menyampaikan mengenai pentingnya pengobatan presisi pada pasien kanker. Diketahui bahwa pengobatan presisi merupakan pendekatan yang muncul dalam pengobatan dan pencegahan penyakit dengan memperhitungkan variabilitas individu dalam gen, lingkungan, dan gaya hidup untuk tiap orang. Pendekatan ini memungkinkan dokter dan peneliti untuk dapat memprediksi secara lebih akurat strategi pengobatan serta pencegahan penyakit tertentu.

“Pengobatan presisi menjadi sebuah konsep yang mampu menjawab limitasi Comparative Effectiveness Research (CER) yang sampai saat ini masih digunakan sebagai petunjuk untuk membantu pasien, dokter, dan pembuat kebijakan dalam membuat keputusan pengobatan yang tepat”, ungkap Pedro.

Di akhir sesi, pakar dari Institut Pertanian Bogor menyampaikan mengenai pentingnya Network Pharmacology dalam rangka mengintegrasikan data omics dan mengembangkan obat yang multitarget. (Yuga/Reporter)