FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) meluluskan mahasiswa S3 dengan predikat cumlaude. Woro Harjaningsih, S.Si., Sp.FRS., Apt. mempresentasikan disertasi dengan judul “Korelasi antara Variasi Genetik HTR2C (rs3813929) dengan Efek Samping Klozapin pada Pasien Skizofrenia di Indonesia: Kajian terhadap Hiperglikemia dan Indeks Massa Tubuh” pada Rabu (18/09) di Auditorium Gedung Tahir Foundation lantai 8 Sayap Utara.
Penelitian Woro Harjaningsih menunjukkan bahwa polimorfisme gen HTR2C memengaruhi kerentanan pasien terhadap sindrom metabolik. Alel CC, yang merupakan tipe wildtype, lebih rentan terhadap efek ini, sedangkan alel TT memiliki perlindungan terhadap efek samping metabolik.
Woro Harjaningsih menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui distribusi genotipe HTR2C (rs3813929) dan korelasinya dengan hiperglikemia serta indeks massa tubuh (IMT) pada pasien skizofrenia yang menggunakan klozapin di rumah sakit di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Desain yang digunakan adalah case-control, dengan pengambilan sampel darah untuk dianalisis polimorfisme genetik HTR2C, serta pengukuran kadar glukosa darah menggunakan HbA1C.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe CC lebih dominan (84%) pada 350 pasien yang diteliti, dan berhubungan signifikan dengan peningkatan IMT pada kelompok obesitas. Genotipe TT, meskipun lebih jarang, berperan sebagai perlindungan terhadap efek samping sindrom metabolik. Faktor seperti usia, jenis kelamin, lama pengobatan, dan kebiasaan merokok juga memengaruhi peningkatan HbA1C dan IMT, terutama pada pasien yang mengalami obesitas atau diabetes.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan peran genotipe HTR2C dan faktor demografis dalam memengaruhi risiko efek samping klozapin. Kombinasi analisis genetik dan faktor lingkungan ini membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang manajemen terapi pada pasien skizofrenia yang menggunakan klozapin.
“Kami menyarankan ketika nanti ada penelitian lanjutan untuk menggunakan instrumen melihat aktivitas fisik. Mungkin bisa melihat hubungan bagaiman aktivitas fisik dengan kejadian dengan efek samping ini. Apakah ada korelasi atau tidak. Tapi harus diperlukan alat ukur yang sesuai dan dilakukan validasi,” terang Woro.
Ujian terbuka ini merupakan bagian dari pendidikan untuk keberlanjutan, sehingga sejalan dengan SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera dan SDG 4: Pendidikan Berkualitas. Penelitian yang dilakukan diharapan bisa mempunyai manfaat yang berkelanjutan bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. (Humas/Sitam).