FK-KMK UGM. Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, sekaligus Project Leader World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D menjadi narasumber forum diskusi Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) bersama Warsito Tantowijoyo, Ph.D. selaku Entomology Team Leader WMP, untuk berbagi pengetahuan mengenai pengalaman WMP dalam menjalankan program berbasis sains dan bermanfaat untuk masyarakat.
Forum yang bertajuk “Penelitian untuk Keberadaban Manusia”, yang digelar secara daring melalui platform zoom maupun kanal YouTube ALMI TV, Selasa (30/3) ini menjadi bentuk apresiasi atas insiprasi dan dedikasi para ilmuwan untuk bangsa Indonesia.
Secara umum, demam berdarah termasuk dalam ketegori penyakit yang terabaikan. “Melihat bebannya, memang ada hidden burden yang cukup besar. Estimasi global infeksi dengue di Indonesia mencapai 7,5 – 32,5 juta kasus simptomatis dan asimptomatis per tahunnya,” terang Prof. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D, saat mengawali presentasi.
Upaya pengendalian dengue dengan mengandalkan pengendalian vektor berbasis partisipasi aktif masyarakat menjadi sebuah tantangan global sebab belum menunjukkan hasil yang nyata dalam hal penurunan angka kejadian dengue.
“Berbagai inovasi yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia, seperti larvasidasi, foging, kelambu, 3M dan terakhir pada tahun 2015 G1R1J (Gerakan Satu Rumah Satu Jemantik). Hal ini sejalan dengan sistematik review yang mengatakan upaya pengendalian vektor belum menunjukkan ada link yang direct dengan penurunan kasus demam berdarah,” imbuhnya.
Project WMP Yogyakarta telah dimulai sejak tahun 2011 melalui beragam kegiatan. Pertama, mengembangkan lab serangga atau entomologi. Kedua, telur nyamuk yang berasal dari lab didistribusikan di masyarakat agar nyamuk berkembang di masyarakat. Ketiga, setiap minggu melakukan pengumpulan nyamuk di masyarakat dan memilah jenis-jenis nyamuk di laboratorium, dan terakhir hasilnya dipindahkan ke laboratorium untuk mengetahui nyamuk aides aegyptinya sudah ber-wolbchia.
“Pada tahun 2019-2020 menjadi puncak dengue di Indonesia, melihat dari sejarahnya demam berdarah dengue tinggi menjadi ancaman sepanjang waktu, seperti tidak ada jedanya dan Indonesia merupakan daerah endemik demam berdarah dengue” papar Warsito Tantowijoyo, Ph.D.
Wolbachia menjadi sebuah teknologi dan riset yang panjang selama 10 tahun. Warsito bahkan menjelaskan beberapa manfaat dari teknologi ini. Pertama, efektif menurunkan kasus dengue mencapai 77%. Kedua, dampak berkelanjutan, sekali aplikasi sejak 2014. Ketiga, aman: ekologi, lingkungan, sosial-budaya dan ekonomi. Keempat, terpadu dengan program pengendalian dengue yang ada, dan terakhir, penerimaan dan partisipasi masyarakat tinggi. (Arif AR/Reporter)