Peneliti Inovasi Teknologi Wolbachia Diapresiasi Dunia

FK-KMK UGM. Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan bangga dan rasa syukur memberikan apresiasi pada tim peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta yang mendapatkan pengakuan internasional dengan masuknya peneliti utama, Prof. dr. Adi Utarini, MSc., MPH, PhD, dalam daftar bergengsi 100 orang paling berpengaruh di tahun 2021, versi majalah TIME yang dirilis pada (15/9) lalu. Peneliti Utama WMP Yogyakarta dan Guru Besar Universitas Gadjah Mada ini memimpin tim yang meneliti teknologi Wolbachia untuk pengendalian dengue di Yogyakarta.

Sejalan dengan semboyan mengakar kuat menjulang tinggi, UGM menggiatkan penelitian yang mampu menjawab tantangan bangsa dan sekaligus memberikan kontribusi pada kepemimpinan dan reputasi akademik UGM di tingkat dunia. Seperti halnya kolaborasi WMP Yogyakarta (sebelumnya bernama Eliminate Dengue Project – EDP) yang merupakan kolaborasi antara FK-KMK UGM, Monash University dan Yayasan Tahija. Teknologi Wolbachia ditemukan oleh Founder dan Direktur WMP Global, Prof. Scott O’Neill di tahun 2008. Setelah melakukan ribuan kali percobaan, Prof. Scott O’Neill berhasil mengisolasi Wolbachia dari Drosophila melanogaster (lalat buah) ke dalam telur nyamuk Aedes aegypti. WMP yang diinisiasi oleh Monash University ini merupakan lembaga non-profit yang hadir dengan tujuan melindungi komunitas global dari penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Secara garis besar kewilayahan, WMP beroperasi di 11 negara termasuk Indonesia.

“Menanggapi masuknya nama saya dalam daftar #100TIME, saya sangat bersyukur, ini merupakan berkah dari Allah SWT bagi tim penelitian kami di World Mosquito Program Yogyakarta. Ini adalah apresiasi bagi peneliti-peneliti dan seluruh tim yang telah terlibat dalam penelitian, juga mitra kami yaitu Monash University, World Mosquito Program Global, dan Yayasan Tahija sebagai lembaga filantropi yang mendukung penuh penelitian ini. Serta apresiasi bagi masyarakat Yogyakarta yang telah sangat terbuka dengan inovasi, dan pemerintah daerah Yogyakarta yang mendukung penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat lebih luas, untuk mengurangi beban masyarakat karena dengue,” tutur Profesor yang biasa disapa Prof. Uut ini.

Riris Andono Ahmad, M.P.H., Ph.D, Peneliti Pendamping WMP Yogyakarta dan Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM, menyampaikan bahwa penelitian pengembangan teknologi Wolbachia telah dimulai sejak tahun 2011. Pada fase awal penelitian dilakukan untuk memastikan keamanan Wolbachia, kemudian dilanjutkan dengan pelepasan di area terbatas. Di tahun 2017, uji efikasi Wolbachia dengan metode Randomised Controlled Trial dilakukan di Kota Yogyakarta dengan membagi wilayah Yogyakarta menjadi 24 klaster, dengan 12 klaster mendapatkan intervensi Wolbachia, dan 12 klaster lainnya menjadi area pembanding.

Dari aspek epidemiologi, dr. Citra Indriani, M.P.H., Epidemiology Team Leader WMP Yogyakarta, menjelaskan bahwa pada saat uji efikasi Wolbachia berlangsung, pemantauan kasus dengue di area pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dilakukan dengan menempatkan perawat peneliti di 17 Puskesmas dan Pustu di Kota Yogyakarta dan Puskesmas Sewon 2 Bantul.

“Hasil uji efikasi Wolbachia ini menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu Wolbachia efektif menurunkan 77% kasus dengue, dan menurunkan 86% kasus dengue yang dirawat di rumah sakit,” papar dr. Riris atau dr. Donnie.

Warsito Tantowijoyo, Ph.D, Entomology Team Leader WMP Yogyakarta, menyoroti tentang aspek keamanan Wolbachia. Wolbachia merupakan bakteri alami yang terdapat pada 60% serangga, dan hanya hidup di dalam tubuh serangga. Wolbachia dalam Aedes aegypti bekerja dengan menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk, sehingga saat nyamuk menggigit manusia, tidak terjadi transmisi virus dengue.

Warsito menambahkan, intervensi yang dilakukan yaitu dengan menitipkan ember berisi telur nyamuk ber-Wolbachia di rumah warga dan fasilitas umum. Penggantian telur nyamuk ber-Wolbachia dilakukan setiap 2 minggu sekali, dalam periode 6 bulan. Setelah periode pelepasan selesai serta diperkuat dengan hasil monitoring persentase Wolbachia yang telah mencapai 60% atau lebih, maka intervensi tersebut akan memberi proteksi kepada masyarakat dari ancaman dengue.

Lebih lanjut dr. Eggi Arguni, Sp.A.(K), Ph.D, Diagnostic Team Leader WMP Yogyakarta yang mengkoordinir penelitian tersebut di fase awal menyampaikan bahwa penerapan teknologi Wolbachia dalam menurunkan dengue di masyarakat sudah mulai dikembangkan pasca efikasi didapatkan. Hasil penelitian ini sudah dipublikasikan pada jurnal terkemuka the New England Journal of Medicine (NEJM) dan teknologi ini sudah direview dalam pertemuan ke-13 WHO Vector Control Advisory Group pada 7-10 Desember 2020.

Donnie menjelaskan, di tahun 2021, WMP Yogyakarta bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mulai melakukan implementasi teknologi Wolbachia. Selanjutnya di tahun 2022 akan menerapkan teknologi ini di Kabupaten Bantul.

“Uluran tangan para pembuat kebijakan baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, akademisi, lembaga filantropi, dan swasta, akan sangat berarti saat teknologi ini diimplementasikan di daerah lainnya, untuk mempercepat upaya nasional melawan dengue,” pungkas dr. Donnie.

UGM berharap selanjutnya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat mulai mengadopsi teknologi Wolbachia ini sebagai salah satu strategi nasional dalam pengendalian dengue dan berharap penelitian WMP Yogyakarta ini dapat menginspirasi para peneliti di Indonesia untuk semakin giat melakukan penelitian yang dapat menjawab tantangan-tantangan bangsa dan dunia. (Tim WMP Yogyakarta)