Penderita Lepra Berisiko Mengalami Kebutaan

FK-KMK UGM. Lepra termasuk golongan penyakit infeksi sistemik yang memiliki risiko komplikasi okular yang dapat berakhir dengan kebutaan. Komplikasi okular pada penyakit ini banyak ditemukan pada pasien lepra usia lanjut. Paparan ini disampaikan dr. Yunia Irawati, Sp.M(K)., saat mengawali ujian terbuka promosi program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Senin (9/8) yang digelar secara daring.

“Indonesia termasuk negara dengan jumlah kasus lepra tertinggi di Asia Tenggara dan nomor ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Brazil. Pada tahun 2019, terdapat 17.439 kasus lepra baru di Indonesia. Kondisi lepra di Indonesia relatif statis dan merupakan masalah kesehatan yang menjadi prioritas nasional yang tertuang dalam RPJM 2020-2024, oleh karenanya lepra menjadi target eliminasi di tahun 2024,” paparnya.

Dokter Yunia Irawati juga menyampaikan bahwa Lagoftalmus merupakan salah satu kelainan yang dapat diakibatkan oleh lepra berupa kondisi kelopak mata yang tidak dapat menutup dengan sempurna.

Semua kelainan mata pada lepra termasuk lagoftalmus memerlukan deteksi dini dan tata laksana yang tepat untuk mencegah gangguan penglihatan yang dapat berakhir pada kebutaan. Tata laksana lagoftalmus bergantung dari durasi, jarak lagoftalmus, dan ada atau tidaknya pajanan kornea. Pada lagoftalmus dengan jarak > 6 mm, adanya pajanan kornea dan durasi > 6 bulan, tata laksana yang paling tepat adalah dengan melakukan operasi rekonstruksi kelopak. Teknik rekonstruksi yang paling sering digunakan sebagai tata laksana lagoftalmus paralisis adalah upper eyelid loading menggunakan beban emas yang disebut teknik gold weight implant,” terangnya.

Penelitian dr. Yunia Irawati yang berjudul “Perbandingan efektivitas dan efisiensi antara teknik modifikasi tarsorafi dengan teknik Glod Weight implant sebagai tata laksana operatif lagoftalmos paralisis pada penelitian lepra”, ini melakukan teknik modifikasi tarsorafi, yaitu mengombinasikan levator recess, tarsorafi lateral sepanjang 10 mm, serta kantopeksi/lateral tarsal strip (LTS) dan kantoplasti.

“Teknik levator recess bertujuan untuk melemahkan otot levator/menurunkan kelopak mata atas agar membuat kelopak mata dapat menutup secara pasif,” tegasnya.

Penelitian dengan promotor Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK(K)., ini berhasil menghantarkan dr. Yunia Irawati meraih gelar Doktor UGM ke-5.252 dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96. (Wiwin/IRO)

Berita Terbaru