Pemenuhan Gizi Anak Terganggu Akibat Mitos dalam Budaya Makan

FK-KMK UGM. Pada Kamis (29/9) lalu, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan menyelenggarakan kegiatan bedah buku Budaya Makan dalam Perspektif Kesehatan dan talkshow bertajuk “Memotret Budaya Makan: Dari Mitos sampai Fakta Kesehatan” di Auditorium FK-KMK UGM.

Dr. Toto Sudargo, M.Kes sebagai penulis buku tersebut menjelaskan bahwa budaya makan di Indonesia dipengaruhi oleh mitos nenek moyang, terutama di wilayah pelosok. Salah satu contohnya adalah gizi anak-anak di Asmat yang tidak terpenuhi karena larangan makan makanan tertentu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr. Toto, dari 193 sampel anak-anak yang diteliti, semuanya mengidap cacingan.

Ini hanya contoh kecil di salah satu wilayah di Indonesia. “Setiap wilayah di Indonesia memiliki mitosnya masing-masing dan menyebabkan kondisi kesehatan yang berbeda pula,” jelasnya.

Irma Sri Hidayati, SpA., M.Sc. juga memaparkan bahwa budaya makan yang dipengaruhi oleh mitos ini bisa menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak. “Pantangan terhadap makanan tertentu membuat gizi anak tidak terpenuhi,” ungkapnya.

Pembicara ketiga dalam talkshow ini, Fadly Rahman, MA membawakan materi presentasi dengan topik “Makanan Indonesia dalam Perspektif Sejarah, Budaya, dan Kesehatan”. Dalam paparannya, Fadly memberikan penjelasan mengenai sejarah buku-buku terkait budaya makan. Edukasi mengenai pemenuhan gizi melalui budaya makan telah sejak lama dilakukan melalui tulisan, namun sampai sekarang permasalahan terkait hal tersebut masih terjadi. “Ini menunjukkan bahwa permasalahan terkait budaya makan belum sepenuhnya terjawab,” jelasnya.

Indonesia memiliki kekayaan sumber bahan makanan, namun indeks angka kasus stunting di beberapa daerah masih tinggi. Ini disebabkan oleh mitos larangan makanan tertentu sehingga pertumbuhan anak terhambat karena gizinya tidak terpenuhi dengan baik.

Sebagai penutup, Dr. Toto menegaskan bahwa pada dasarnya semua makanan memiliki manfaatnya masing-masing terhadap tubuh manusia asalkan jumlah yang dikonsumsi tidak berlebihan. (Nirwana/Reporter)

Berita Terbaru