FK-UGM. Kerusakan DNA akibat reaksi kimia atau sering disebut Oksidatif DNA merupakan sebuah masalah utama bagi pekerja penapisan logam. Paparan Kromium (Cr) dalam proses tersebut sangat beracun jika terhirup (inhalasi), kontak dengan kulit dan tertelan melalui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung Cr.
“Kanker paru, iritasi hidung, ulkus hidung, hipersensitivitas reaksi seperti dermatitis otak dan asma merupakan beberapa penyakit yang dimungkinkan muncul akibat paparan Cr,” tegas Yuliani Setyaningsih, SKM., M.Kes saat menjalani ujian terbuka Doktor, Senin (14/11) di gedung Pascasarjana Fakultas Kedokteran UGM lantai 2.
Dengan menekuni penelitian terhadap pekerja penapisan logam sektor informal di kabupaten Tegal bulan Februari 2013 silam, Dosen Bagian Keselamatan & Kesehatan Kerja FKM UNDIP ini berhasil meraih gelar Doktor UGM ke-3.417 Dan Doktor FK UGM ke-273.
Cr biasa dipergunakan dalam berbagai proses industri seperti produksi stainless steel, pengelasan, penyamakan kulit dan pelapisan logam dari peralatan rumah tangga sampai dengan mobil. Cr merupakan logam berat yang terjadi secara alami dan merupakan salah satu mikronutrien penting yang dibutuhkan untuk menunjang kerja insulin dalam tubuh sehingga tubuh dapat mencerna gula, protein dan lemak. Meskipun demikian, bukti klinis dan laboratorium menunjukkan bahwa heksavalen kromium (kromium teroksidasi) bertanggung jawab terhadap sebagian kejadian keracunan.
Elektroplating Cr menggunakan asam Kromat (VI) dalam bak elektroplatingnya. Rute inhalasi merupakan jalan masuk dan paparan utama pada pekerja. Pekerja dapat menghirup kromium dalam bentuk gas, debu, atau partikel ketika bekerja di sekitar bak tersebut. Cr (VI) dapat dengan mudah memasuki membran sel dan direduksi menjadi bentuk trivalent dalam sel.
Proses tersebut sering menghasikan radikal bebas yang pada akhirnya mengaktifkan O2 dan menghasilkan beberapa Reaktif Oksigen Species (ROS), ROS yang dihasilkan oleh reaksi-reaksi ini adalah Superoksida (O2), Hidrogen Peroksida (H2O) dan Radikal Hidroksil (-OH). Selama metabolisme Cr, H2O2 dapat direduksi menjadi –OH dalam reaksi Fenton.
“Dalam hal ini oksidan dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan DNA,” ujar Yuliani Setyaningsih.
Penelitian yang dipromotori oleh Prof. Dr. dr. KRT. Adi Heru Husodo, MSc., DCN., DLSHTM., PKK ini berhasil menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara bersama antara kadar kromium, kadar MDA, karakteristik individu, karakteristik kerja dan kebiasaan pekerja terhadap kerusakan DNA pada pekerja pelapis logam. Kadar senyawa 8 hidroksi 2’ deoksiguanosin (8-OHdG) yang merupakan salah satu ekspresi utama kerusakan DNA, dalam urin dapat digunakan sebagai indikator kerusakan DNA oksidatif dan sebagai deteksi dini penyakit akibat kerja akibat paparan kromium pada pekerja pelapisan logam.
Secara terpisah, Yuliani Setyaningsih mengungkapkan harapannya terhadap penelitian yang sudah dikembangkannya. “Semoga disertasi ini mampu memberikan manfaat sebagai salah satu upaya pencegahan masalah keselamatan dan kesehatan kerja di sektor informal khususnya bagi pekerja pelapisan logam,” pungkas ibu dari tiga putra ini. (Wiwin/IRO)